Rantau Kermas Merangin Raih Penghargaan Kalpataru

Komitmen baik dalam menjaga kelestarian dan pengelolaan kawasan hutan, sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah bahaya longsor dimana awalnya perlindungan kawasan hutan itu hanya disepakati secara lisan saja namun secara tertulis perlindungan kawasan dengan sebutan Hutan Adat baru dilakukan pada 2000.

Pada saat itu masyarakat Rantau Kermas menyepakati Peraturan Desa (Perdes) Nomor 01/Kades/RK/3/2000 tentang kelompok pengelola, sistem pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat. Perdes yang ditetapkan pada tanggal 16 April 2000, hingga kini masih berlaku di masyarakat dimana peraturan desa ini jadi dasar pengajuan hak kelola hutan kepada Bupati Merangin saat itu.

Butuh waktu panjang dan pengulangan usulan supaya hutan adat Rantau Kemas yang juga kawasan penyangga TNKS ini diakui Bupati. Pengakuan Bupati datang melalui SK No.146/DISBUNHUT/2015, yang menetapkan areal seluas 130 hektare yang berada di dua lokasi sebagai Hutan Adat Desa Rantau Kermas.

Pengakuan hutan adat dari Bupati Merangin diikuti dengan keluarnya SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.6741/Menlhk-pskl/kum.1/12/2016 tentang penetapan Hutan Adat Marga Serampas Rantau Kermas.

Sementara itu Direktur Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Rudi Syaf sebagai pihak yang sudah melakukan pendampingan sejak 1996 itu mengatakan, pengakuan para pihak atas hutan adat ini merupakan bentuk penghargaan para masyarakat yang sudah mengelola hutannya dengan baik, di tengah ancaman terhadap kawasan hutan yang semakin tinggi,.

Kegiatan pertama WARSI di daerah itu melalui Pre Implementasi Program Integrated Conservation and Development Project (ICDP) pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan program ICDP yang dilakukan untuk pengembangan pembangunan terpadu dengan mengedepankan nilai-nilai konservasi.

Lihat juga...