Watu Krus Jejak Portugis di Nian Sikka

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Keesokan harinya bangsa Portugis tersebut datang dibawa pimpinan pastor Dominikus dengan pengawal tentara Oriwis Parera bersama Moan Kopong sebagai pendayung perahu,” paparnya.

Saat itu, orang kampung ucap Maria, takut kalau melihat orang asing apalagi berkulit putih karena takut diculik. Tetapi Moan Baluk meyakini masyarakat bahwa rombongan bangsa Portugis tersebut merupakan orang baik.

Masyarakat pun turun dari kampung-kampung di pegunungan dengan membawa hasil kebun seperti pisang dan singkong untuk disantap bersama. Mereka meletakkan salib di batu karang dari kayu Lontar berukuran besar yang disebut Watu Krus (Batu Salib) oleh masyarakat.

“Tujuannya agar di daerah ini diketahui dulu pernah dimasuki Portugis dan menyebarkan agama. Setelah membaptis orang-orang kampung dan seluruh masyarakat sekitar Bola dan bagian timur kabupaten Sikka, bangsa Portugis pun membangun gereja Katolik,” terangnya.

Dulu tambah maria, di batu karang tersebut ada jejak telapak kaki berukuran besar. Namun jejak telapak kaki tersebut telah diambil orang luar negeri dan dibawa ke negaranya.

Martinus Redemtus, warga Bola lainnya mengatakan, Watu Krus sudah 5 kali terjadi pemugaran dan penggantian salib di batu karang tersebut. Saat dipugar di batu karang, persis di bawah kaki salib tersebut, ditemukan beberapa barang peninggalan Portugis.

“Katanya ditemukan Alkitab, piring, periuk dan dulu pernah ada batu jejak telapak kaki. Kalau kemarau berkepanjangan masyarakat ramai-ramai datang berdoa di tempat tersebut meminta hujan,” tuturnya.

Biasanya masyarakat tambah Martinus, akan berdoa selama 9 hari. Tetapi terkadang berdoa selama 3 hari hujan pun sudah turun hujan. Kebiasaan itu sampai sekarang tetap dijalankan kalau terjadi kemarau berkepanjangan.

Lihat juga...