Sumur Bor Jadi Solusi Sulitnya Air Bersih di Lampung Selatan
Editor: Koko Triarko
Beberapa warga memilih berlangganan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Jasa Bakauheni. Air yang ditampung PDAM merupakan air dari Gunung Rajabasa dan disalurkan ke reservoir.
Sepron yang memiliki sumur bor dengan kedalaman sekitar 100 meter, menyebut saat kemarau ia bisa membantu warga lain. Meski menjual air bersih, namun untuk kebutuhan sosial seperti rumah ibadah ia tidak mengenakan tarif.
Sebaliknya, untuk usaha bersifat komersial seperti warung makan dan usaha kuliner, satu tandon air kapasitas 1.200 liter dijual Rp75.000. Biaya tersebut hanya untuk membantu biaya listrik ,bahan bakar mesin pompa dan bahan bakar kendaraan.
“Meski mulai kesulitan air bersih, namun sumur bor yang kami miliki bisa dipergunakan untuk kepentingan bersama,” paparnya.
Sebagian warga Kampung Jering, sebut Sepron, memiliki sumur dalam,namun debitnya saat kemarau mulai menyusut. Sebagian warga yang tinggal di dekat embung, bahkan membuat ceruk atau belik agar menampung air yang masih mengalir.
Melalui proses pengendapan dan penyaringan, warga masih bisa mendapatkan air bersih dari embung. Meski demikian, air embung kerap hanya untuk mencuci, mandi dan kakus sementara untuk masak dan minum membeli air galon.
Kebutuhan air bersih yang semakin sulit, juga diakui Herman, pemilik usaha warung makan di Jalan Lintas Timur (Jalintim) Lampung. Saat musim penghujan, ia masih bisa mendapatkan air dari sumur warga. Namun akibat kemarau, air bersih mulai menyusut sehingga ia harus membeli.
Air bersih diakuinya sangat diperlukan untuk mencuci piring dan peralatan memasak. Ia harus mengeluarkan uang ratusan ribu per pekan untuk tandon air dengan volume sekitar 2.400 liter.