Memahami Fenomena MJO Penyebab Hujan Ekstrem

Editor: Koko Triarko

“MJO yang aktif pada musim kemarau ketika memasuki wilayah Indonesia, akan terpropagasi zigzag dengan orientasi arah barat daya-timur laut, karena pengaruh perambatan gelombang Rossby pada wilayah tropis dan interaksinya dengan monsun Australia,” urai Siswanto.

Lebih lanjut, dikemukakan, bahwa suhu permukaan laut Indonesia lebih hangat dibandingkan rata klimatologis selama 30 tahun terakhir.

“Banyaknya pasokan uap air ekstra dari penguatan lautan dan interaksi dengan sirkulasi angin dan topografi, membuat atmosfer di atasnya mudah berawan hingga lapisan lebih tinggi atau awan Supercell. Terlebih saat fase aktif MJO,” katanya.

Hal itulah yang menjadi peluang munculnya cuaca ekstrem dan hujan badai akan menjadi lebih besar.

“Kecenderungan penjalaran MJO saat bergerak memasuki wilayah Indonesia, dan berkolerasi erat dengan potensi pertumbuhan awan konvektif dan hujan yang sangat lebat. Peningkatan aktivitas konfeksi yang masif ditandai dengan besarnya radiasi gelombang panjang yang bernilai negatif,” papar Siswanto.

Pemantauan MJO ini dilakukan oleh BMKG melalui radar cuaca BMKG, yang juga bisa diakses melalui website BMKG.

“Citra radar cuaca menggambarkan potensi intensitas curah hujan yang dideteksi oleh radar cuaca, berdasarkan seberapa besar pancaran energi radar yang dipantulkan kembali oleh butiran-butiran air di dalam awan. Pencitraan ini digambarkan dengan produk reflectivity yang memiliki satuan decibel (dBZ). Makin besar energi pantul yang diterima radar, maka makin besar juga nilai dBZ. Artinya, intensitas hujan yang terjadi juga makin besar,” ucap Siswanto.

Jangkauan terjauh produk reflectivity dari radar BMKG adalah sekitar 240 km.  “Skala dBZ yang menunjukkan angka 5-75 dinyatakan dalam gradasi warna. Makin menuju ungu, maka makin tinggi intensitasnya,” pungkas Siswanto.

Lihat juga...