Kopi Bubuk Robusta Khas Lembata Mulai Dijual Kemasan

Editor: Koko Triarko

Untuk mewujudkan hal ini, Domi dan istri berusaha sebisa mungkin meminimalisir kelemahan kopi dengan melakukan penyortiran dengan baik.

Ia menilai, ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengubah pola pikir masyarakat, yaitu dengan memenuhi standar produksi kopi dari hulu ke hilir.

“Mulai dari tempat budi daya, kapan masa panen yang baik. Dari hilirnya itu juga kita harus sortir lagi biji-biji pilihan dan tidak cacat. Lalu, kita proses sesuai standar pengolahan yang layak,” terangnya.

Menurut Domi, kenikmatan kopi tergantung cara memproduksi dan cara meracik kopi. Semuanya tergantung tangan-tangan yang meracik menjadi minuman yang bercita rasa tinggi bagi para penikmat kopi.

Pada 2015,Domi bersama istrinya, Fransiska Tuto, mulai merintis usaha kopi di bawah label kopi bubuk spesial cap Bana. Keduanya mulai berpikir untuk mengubah image kopi Bana  sehingga layak dijual dan menjadi kopi khas Lembata.

“Itulah ide dasar di kepala saya. Maka lahirlah Kopi Bubuk cap Bana. Kopi ini lahir berangkat dari kisah keluarga yang sejak awal merupakan peracik kopi. Dari pengalaman itu, menginpisari saya untuk memproduksi kopi bubuk hingga saat ini,” terangnya.

Domi berkisah, nama Bana terinspirasi dari Festival Kopi Flores pada 2014. Dirinya meliba,t bahwa satu di antara anggota keluarganya merupakan peracik kopi andal di keluarganya.

Dari racikan mama kecilnya tersebut, dirinya coba membawa ke BPOM. Hasilnya, racikan kopi mama Bana dinyatakan memenuhi syarat edar. Dan, keluarlah izin dari Balai POM itu.

“Jadi, Bana itu nama mama kecilnya. Branding Kopi Bana ini merupakan bentuk penghormatan terhadap mama kecilnya, Bana Lele. Mama Bana ini masih ada, anaknya cuma satu. Atas seizin mama Bana, kami mengabadikan namanya untuk produk kopi ini,” terangnya.

Lihat juga...