Dalam penyelenggaran sebelumnya, panitia selalu menggelar lomba menangkap puluhan bebek di sungai untuk meramaikan acara. Lomba ini banyak peminat akan tetapi di sisi lain juga menuai protes dari masyarakat, terutama pecinta satwa.
“Dulu memang ada lomba tangkap bebek, dikejar-kejar lagi. Jadi dari banyak pihak protes, terutama pecinta binatang. Masyarakat akhirnya sepakat untuk tidak diadakan lagi lomba itu, karena kita mau menyambut Bulan Puasa kok bikin azab. Kita jadi memberikan nilai-nilai tidak baik,” lanjut Nurfaisal.
Tahun ini penyelenggaraan potang belimau akan digelar pada Minggu (5/5). Potang belimau dipusatkan di tepi Sungai Siak, di sebelah peninggalan bersejarah rumah singgah Sultan Siak.
Rumah panggung ini kerap disebut juga rumah Tuan Kadi/Qadhi di Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan yang merupakan daerah cikal bakal Kota Pekanbaru.
Oleh karena dikemas dalam balutan pariwisata, potang belimau tidak hanya berupa proses mandi-mandi.
Nurfaisal menjelaskan rangkaian acara dimulai sejak pukul 13.30 WIB dari Masjid Raya Pekanbaru. Di pelataran masjid tersebut, terdapat makam Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dan beberapa keturunan serta pengikutnya.
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merupakan Sultan Ke-4 Kerajaan Siak Sri Indrapura yang bergelar Marhum Bukit.
Acara dimulai dengan ziarah makam Marhum Bukit, berzikir dan berdoa. Pada penyelenggaraan tahun ini juga akan ada pembacaan sejarah Marhum Bukit dan Kota Pekanbaru oleh perwakilan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Hal ini merupakan pengembangan dari acara potang belimau tahun sebelumnya.
“Sekarang ini kita buat pembacaan sejarah, sehingga masyarakat Pekanbaru tahu riwayat tentang kota ini,” katanya.