Jelang Ramadan, Gali Potensi Tradisi Hidupkan Wisata Lokal

“Tradisi seperti ini sudah rutin digelar dalam beberapa tahun terakhir. Selain untuk ‘nguri-uri’ kebudayaan dan menyambut Ramadhan, kegiatan ini juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengakrabkan warga dan sarana menarik wisatawan untuk berkunjung,” kata Lurah Tahunan Sugiarti.

Di sekitar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tradisi “apeman” juga masih tetap dipertahankan, seperti yang digelar di “Ndalem Benawan” yang berada di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton. Ndalem Benawan dulunya adalah tempat tinggal GBPH Benowo, putra ke-36 Sri Sultan HB VIII dari BRAy Retnohadiningrum dan kini masih ditempati oleh ahli waris.

“Kegiatan budaya dan tradisi memang perlu untuk tetap dipertahankan. Terima kasih kepada seluruh masyarakat yang sudah melestarikan budaya di Yogyakarta,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.

Namun demikian, Heroe berkeinginan agar tradisi dan budaya tersebut tidak hanya dinikmati oleh warga lokal saja, tetapi bisa dikemas semakin menarik dan berkualitas sehingga mampu mendatangkan manfaat yang berkali-kali lipat bagi warga baik dari sisi sosial, budaya maupun ekonomi.

Kemeriahan kegiatan menjelang Ramadhan tidak hanya berhenti pada kegiatan ruwahan maupun apeman, tetapi warga juga melakukan kegiatan membersihkan atau merawat lingkungan yang lebih dikenal dengan istilah merti kampung.

Warga Kelurahan Karangwaru Kota Yogyakarta bahkan menggelar kegiatan kirab budaya merti dusun untuk pertama kali pada tahun ini. Kirab yang digelar pada pekan terakhir April tersebut digelar dari Lapangan Karangwaru dan melintas di Jalan Magelang yang menjadi salah satu jalan utama di Kota Yogyakarta.

Lihat juga...