Usaha Kuliner di Lamsel Terimbas Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok

Editor: Satmoko Budi Santoso

Kenaikan harga disebutnya akibat peningkatan permintaan. Sebab pada sejumlah wilayah banyak masyarakat mempergunakan momen sebelum ramadan untuk menggelar pesta pernikahan, khitanan. Imbasnya permintaan bumbu untuk sejumlah kuliner melonjak.

Kenaikan harga daging ayam serta bumbu untuk pembuatan bumbu disebutnya berimbas pada usaha kuliner miliknya. Sebab khusus untuk mie ayam ia membutuhkan kunyit, merica, bawang merah, bawang putih serta cabai rawit untuk sambal.

Sempat kembali berjualan usai tsunami Desember 2018 silam ia menyebut, usaha kuliner miliknya terpengaruh kenaikan harga kebutuhan pokok. Meski bahan baku naik ia mengaku tetap menjual kuliner miliknya tanpa menaikkan harga. Per porsi mie ayam dijual Rp10.000 dan bakso dijual Rp15.000 per porsi.

“Solusi yang saya terapkan mengambil cabai dari kebun sambal untuk bumbu tidak bisa dikurangi karena akan berpengaruh pada rasa,” beber Malia Marcela.

Kenaikan harga kebutuhan pokok juga berpengaruh pada pemilik usaha pembuatan makanan ringan.

Misniati dan sang anak bernama Sumini, warga Desa Tanjungsari, Kecamatan Palas, menyebut harga cabai rawit dan bawang putih paling berpengaruh baginya.

Sebab pembuat kulier marning jagung, keripik singkong, mangleng kerap membutuhkan cabai rawit. Cabai rawit digunakan sebagai penambah rasa pedas yang disukai sebelum makanan ringan tersebut dikemas.

Misniati, pemilik usaha makanan ringan dari jagung untuk dibuat marning pedas – Foto: Henk Widi

Misniati menyebut, kenaikan harga cabai rawit diakuinya ikut mempengaruhi usaha yang digelutinya. Sebab meski harga mahal ia tetap membutuhkan rata-rata 10 kilogram cabai rawit untuk sambal perasa pada kue yang dibuatnya.

Lihat juga...