Pemilihan dengan Kotak Kosong Inkonstitusional
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Pakar politik, Bambang Eka Cahya Widodo, menegaskan bahwa pemilihan dengan kolom kosong di surat suara harus dinyatakan tidak konstitusional, karena sebetulnya lebih memenuhi kebutuhan demokrasi prosedural ketimbang demokrasi substantif.
Menurutnya, karena tujuan pemilu untuk membentuk pemerintahan yang mengurus urusan publik, maka pemilu juga merupakan sarana untuk memilih pejabat publik yang mengurus urusan publik.
“Pemilu dengan kolom kosong sesungguhnya sudah menjadikan pemilu sebagai tujuan, bukan sekadar sarana untuk menghasilkan pemerintahan yang melayani masyarakat,” kata Bambang Eka Cahya Widodo, selaku Ahli Pemohon dalam sidang uji materil UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Bambang mengungkapkan, pemilihan dengan satu pasangan calon membutuhkan biaya yang kurang lebih sama besarnya dengan pemilihan dengan lebih dari satu pasangan calon.
Pemilihan dengan satu pasangan calon berpotensi gagal menghasilkan calon terpilih, dan mengakibatkan pemilihan harus diulang, sehingga meningkatkan potensi pemborosan biaya penyelenggaraan.
“Frasa ‘diulang kembali’ pada Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada, merupakan problematik dalam pemilu. Undang-Undang tidak mengenal istilah pemilu ulang, melainkan pemungutan suara ulang, penghitungan ulang dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang yang diatur dalam Bab XV UU Pemilu. Pengaturan lain yang mirip dengan hal itu adalah pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, yang diatur dalam Bab XVI UU Pemilu. Semua ketentuan Bab XV dan Bab XVI diatur dengan syarat-syarat yang ketat,” jelasnya.