Pasokan Kian Ketat, Harga Minyak Melonjak

Komandan militer Libya yang berbasis di timur, Khalifa Haftar, melancarkan operasi militer pada pekan lalu, untuk mengambil alih ibu kota Tripoli. Di mana di tempat tersebut, pemerintah yang didukung PBB berpangkalan.

Libya secara politis terbagi antara pemerintah yang didukung PBB, dan pemerintahan paralel yang bersekutu dengan Khalifa Haftar. “Kekerasan di Libya memikat pasar. Mengingat upaya intens dari Arab Saudi dan negara-negara lain untuk membatasi produksi, ada perasaan bahwa kehilangan minyak Libya, sekali lagi, memiliki potensi krisis pasokan,” kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital LLC di New York.

Untuk menopang harga, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia berjanji untuk menahan sekitar 1,2 juta barel per hari (bph)., untuk pasokan mulai awal tahun ini. Kelompok yang dipimpin oleh Arab Saudi tersebut, telah melampaui ekspektasi sepanjang tahun ini. “Pemotongan pasokan OPEC yang sedang berlangsung dan sanksi-sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela telah menjadi pendorong utama harga sepanjang tahun ini,” kata Hussein Sayed, Kepala Strategi Pasar di broker berjangka FXTM.

Terlepas dari faktor-faktor yang mendorong harga, masih ada faktor-faktor yang dapat menurunkan harga minyak tahun ini. Rusia, adalah peserta yang enggan mengikuti perjanjian dengan OPEC. Kirill Dmitriev, Kepala Dana Investasi Langsung Rusia, memberikan isyarat pada Senin (8/4/2019), Rusia ingin meningkatkan produksi minyak ketika bertemu dengan OPEC pada Juni.

Menurutnya, pantas bagi Rusia untuk meningkatkan produksi menjadi sebesar 228.000 barel per hari. Karena sebelumnya, telah memangkas produksi. Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, pada Senin (8/4/2019) mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah ada konsensus di antara OPEC dan sekutunya untuk memperpanjang pemotongan. Namun, pertemuan bulan depan akan menjadi penting.

Lihat juga...