Ngrowot, Menu Pantang dan Puasa Umat Katolik Lampung

Editor: Mahadeva

Selama masa Prapaskah, selama 40 hari jika dirata-rata selama 30 hari saja keluarganya meniadakan makan nasi, maka sekira 30 kilogram beras bisa disisihkan. Dengan asumsi harga beras Rp8.000 perkilogram, maka bisa disisihkan sekira Rp240.000 sebulan.

Menyisihkan derma pada masa Prapaskah tersebut didominasi dari kebutuhan makan yang dipantang. Selanjutnya, uang derma dikumpulkan menjadi aksi puasa paskah, atau dikenal Aksi Puasa Pembangunan (APP). Cara tersebut juga diterapkan bagi anak-anak, dengan mengurangi aktivitas jajan di sekolah serta mengurangi bentuk hiburan. Bentuk celengan atau tabungan khusus dari berpantang jajan, sering sudah ditentukan oleh guru sekolah minggu bagi anak-anak.

Menu berpantang bagi sebagian umat Katolik dengan alternatif pilihan singkong kukus dan rebusan daun singkong, pepaya sebagai pengganti nasi serta lauk – foto Henk Widi

Ngrowot, merupakan cara untuk mengurangi penggunaan nasi dengan sejumlah menu alternatif. Bahan makanan pengganti terdsebut biasanya, ubi jalar atau mantang, pisang, sukun, ubi kayu atau singkong. Sayur mayur hijau yang dikukus atau direbus menjadi cara mengurangi penggunaan bumbu dan minyak yang bisa disisihkan untuk derma. “Pekan sebelumnya saya memasak ubi jalar yang dikukus untuk menu makan. Pada akhir masa Prapaskah saya memasak pisang janten yang dikukus,” tandas Fransiska Suyatinah.

Menu ngrowot menjadi pilihan karena, cukup sederhana penyajiannya. Bahan yang dibutuhkan bisa diperoleh di pekarangan rumah sendiri. Menu kuliner ngrowot menjadi menu yang biasa disantap oleh Yohana Ari Wandriasari (25), sang anak. Asupan yang terkandung dalam sejumlah menu ngrowot, cukup mengandung karbohidrat. “Pemahaman pantang dan puasa untuk mengurangi makanan tertentu kerap sulit diterapkan, tapi keluarga ikut mendukung selama masa PraPaskah,” terang Yohana.

Lihat juga...