Ngrowot, Menu Pantang dan Puasa Umat Katolik Lampung
Editor: Mahadeva
LAMPUNG – Aturan mengenai pantang dan puasa di dalam Gereja Katolik berkaitan dengan pengaturan pola makan. Hal tersebut biasa dilakukan pada masa Prapaskah hingga menjelang Paskah.
Aturan tersebut diberlakukan, sebagai cara askese atau pengendalian diri, agar umat bisa lebih menghayati iman akan Paskah. Fransiska Suyatinah (60), salah satu jemaat gereja Katolik unit Pastoral Bakauheni menyebut, aturan pantang dan puasa sudah ditetapkan sejak ratusan tahun silam.
Aturan pantang dan puasa, kerap diaplikasikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Meski demikian, aturan baku yang masih diterapkan adalah pantang makan daging atau makanan lain yang ditentukan oleh Konferensi para Uskup. Salah satunya Uskup Keuskupan Tanjung Karang di Lampung. Aturan tersebut mengikat umat yang sudah berusia dewasa, atau genap berusia empat belas tahun hingga enam puluh tahun. Kewajiban puasa pada hari Rabu Abu, Jumat Agung serta selama masa Prapaskah, saat ini terus dilestarikan sebagai cita rasa tobat.
Fransiska Suyatinah yang berasal dari Keuskupan Agung Semarang dan pindah di Lampung tersebut mengatakan, puasa dan pantang diatur oleh Gereja. Puasa diartikannya, makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Sementara pantang, merupakan bentuk penyangkalan akan kebiasaan yang kerap dilakukan. Bentuk pantang tersebut diantaranya pantang daging, rokok, garam, gula dan semua manisan. Serta pantang hiburan seperti televisi dan gawai.
“Bagi sejumlah keluarga pengaplikasian pantang dan puasa, menjadi tindakan sukarela tidak makan atau minum seluruhnya, bagi umat Katolik yang berasal dari Jawa, ngrowot atau tidak makan nasi dengan alternatif menu lain kerap dilakukan dengan tujuan untuk berderma,” terang Fransiska Suyatinah kepada Cendana News, Sabtu (20/4/2019).