Ibu kembali mengusap kepalaku. Lagi-lagi kepalaku kena pukul tanpa sengaja oleh tangan kejang ibu.
“Nenekmu memaksa ayahmu menceraikan ibu. Ayahmu selalu patuh pada perintah nenekmu. Ia setuju untuk bercerai. Untung Om Badar menyelamatkan ibu dari perceraian. Ia membuktikan kalau ibu tidak mandul.”
“Apa maksud ibu?”
“Om Badar adalah ayah kandungmu, Nak!”
Mataku membola tak percaya perkataannya.
“Kamu belum sempat memanggilnya ayah. Ia telah meninggal. Ia dibunuh.”
“Kata ayah, Om Badar diam-diam pergi ke kota.”
Ibu menggelengkan kepala.
“Mayatnya dilarung ke laut.”
“Siapa pelakunya?”
Ibu merogoh kantong celana, lalu mengeluarkan sepotong kayu kecil. Bukankah potongan kayu itu yang ibu temukan di jalan setapak menuju rumah Om Badar setahun lalu?
“Potongan kayu ini pelampung jaring ayahmu.”
Seketika kepalaku sakit. Rasa sakit itu menjalar hingga ke ulu hati. Aku menangis dalam dekapan ibu. ***
Dody Wardy Manalu, penulis asal Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Menghabiskan masa remaja di kota Sibolga menjadi salah satu siswa di SMA Katolik di kota itu. Sejak 2015 aktif menulis beberapa karya fiksinya pernah dimuat di beberapa media seperti Pikiran Rakyat, Media Indonesia, detik.com, Republika, Lampung Pos, Banjarmasin Post.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Karya belum pernah tayang di media mana pun baik cetak, online, juga buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.