Riwayat Pohon Sawo

CERPEN DODY WARDY MANALU

“Apa tidurmu nyenyak?”

Hanya menganggukkan kepala, lalu mengekor di belakang ibu. Tiba-tiba ibu berhenti. Ia jongkok mengambil sepotong kayu basah tergeletak di jalan setapak. Potongan kayu itu sebesar kepalan tanganku. Dahi ibu berkerut memandang potongan kayu basah itu.

“Apa Om Badar mengusap kepalamu?”

Ibu bertanya lagi sembari memasukkan potongan kayu basah ke dalam kantong. Kembali menganggukkan kepala. Ibu tak pernah lupa menanyakan itu setiap aku bermalam di rumah Om Badar. Sampai di rumah segera mandi untuk berangkat sekolah.

Ibu telah masak nasi serta lauk di ladang dan dibawa ke rumah untuk sarapanku. Siang harinya, pulang dari sekolah, ibu menyuruhku mengantar jagung rebus ke rumah Om Badar. Rumahnya tertutup rapat. Beberapa kali memanggilnya berharap mendengar suaraku. Tidak membuahkan hasil.

Rumah Om Badar tetap terkunci hingga malam. Tak biasanya ia meninggalkan rumah membiarkan ayam-ayamnya berkeliaran. Om Badar seakan ditelan bumi. Akhirnya, hilangnya Om Badar diketahui warga.

Kampung menjadi geger. Ayah yang baru kembali melaut meraung-raung bagai banteng terluka mendengar kabar itu. Ayah meringkuk di sudut rumah setelah ikut mencari namun tak membuahkan hasil.

Berita hilangnya Om Badar berangsur-angsur mereda. Warga mulai lupa tentang kejadian itu. Hubungan ibu dengan ayah menjadi renggang, meski selama ini tidak bisa juga dikatakan baik. Untuk mengenang Om Badar, ibu menanam sebatang pohon sawo di sudut halaman sebelah kiri. Itu pohon sawo ketiga.

“Aku yakin Badar masih hidup. Ia pasti pergi ke kota,” ujar ayah.

Ibu berhenti memasukkan bongkahan tanah ke lubang tempat pohon sawo ditanam. Sesaat menatap ayah tengah berdiri di balik jendela. Ibu seperti ingin mengatakan sesuatu pada ayah, tapi urung diucapkan. Malam harinya, penyakit aneh menghinggapi tubuh ibu. Tangannya kejang-kejang tak bisa diam.
***
IBU mengambil makanan sendiri bila aku dan ayah tak di rumah. Dapur pasti berantakan. Lantai akan dilumuri kuah sayur, ikan dan nasi berceceran. Demikian dengan tubuh ibu. Kotor sekali.

Lihat juga...