HPN ke-73, Pers Menjadi Cahaya bagi Publik (2)
Editor: Satmoko Budi Santoso
Roby meminta agar pers mengontrol pemerintah dan tidak perlu harus berhubungan intim agar pemberitaan menjadi berimbang. Pemerintah kabupaten Sikka membuka ruang seluas-luasnya kepada pers untuk mengontrol pemerintah, berperan sebagai sebuah lembaga yang melayani publik.
“Kita ingin memberdayakan agar peran pers maksimal dalam membangun daerah, bangsa dan negara. Saya tidak ingin ditulis baik-baik sebab bisa membuat saya mengubah perilaku. Untuk itu kontrol dari pers harus maksimal,” harapnya.
Di akhir diskusi, Pater Eman Embu selaku pemerhati sosial meminta agar pers lebih banyak menayangkan berita yang bukan bersifat seremonial. Apalagi kalau media dekat dengan kekuasaan, jangan sampai dikuasai agar media bisa independen.
Sementara Gery menyebutkan, platform media bisa berubah dan bersifat dinamis. Tapi jurnalisme tetap abadi. Jurnalisme tetap setia kepada kebenaran dan mengabdi untuk kepentingan masyarakat.
“Saat ini ada 2 penyakit akut di negeri ini, yakni korupsi dan politik kotor yang terus menenggelamkan politik progresif. Pers harus menjadi pilar demokrasi untuk mengontrol hal ini. Pers boleh bermitra dengan pemerintah tetapi tetap menjaga integritas,” tegasnya.
Eginius Moa, wartawan senior di Sikka mengutarakan kegelisahannya, di era digital saat ini media cetak kian lama tenggelam dan mati. Orang tidak lagi membaca koran cetak. Bisnis koran cetak saat ini bukan sebuah bisnis yang ideal di tengah menjamurnya media online.
“Pertanyaannya, apakah saat ini masih ada orang yang membaca koran. Media menjadi sebuah bisnis dimana peringkat media online diukur melalui seberapa banyak orang yang membacanya. Semakin banyak pembaca dan menempati peringkat atas, maka semakin banyak uang yang didapat dari Google dan juga iklan,” sebutnya.