Banjarnegara Jadikan Kopi sebagai Tanaman Konservasi Lahan
“Dulu juga sempat terjadi longsor di wilayah Sikopel. Nantinya lahan seluas 2 hektare di sekitar lokasi wisata Curug Sikopel juga akan ditanami dengan tanaman kopi,” katanya.
Ketua Gabungan Kelompok Tani “Sida Makmur” Desa Babadan, Turno mengatakan upaya konservasi lahan dengan menggunakan tanaman kopi itu dilakukan secara perlahan.
Hal itu disebabkan petani yang penting merasakan hasilnya lebih dulu dan selanjutnya sambil berjalan, mereka akan diberi masukan terkait dengan manfaat konservasi.
“Sambil jalan, mereka dikasih tahu bahwa di samping kita menikmati hasil yang lebih juga mereka memberikan lahan atau mewariskan lahan ke anak-cucu itu dalam kondisi baik, konservasinya baik,” katanya.
Menurut dia, lahan pertanian sayuran saat sekarang sangat parah karena kemiringannya sudah terjal sekali dan tidak bisa dihindari, kebutuhan pupuk sangat tinggi, dan kerusakan tanah pun makin tinggi.
Kondisi tersebut berbeda dengan tanaman kopi yang tidak membutuhkan pupuk terlalu besar, produksinya tinggi, dan lahan makin bagus.
Dengan upaya konservasi lahan menggunakan tanaman kopi ini, setidaknya petani bisa meningkatkan perekonomian mereka di samping kesuburan tanah tetap terjaga dan meminimalisasi terjadinya longsor.
Jika dihitung secara ekonomi, penghasilan dari menanam kopi jauh lebih menguntungkan daripada tanaman sayuran.
Sebelumnya, Turno menanam cabai, kol, dan sayuran lainnya pada lahan seluas satu hektare dalam satu tahun mendapat penghasilan kotor sekitar Rp50 juta, sedangkan biaya perawatan dan sebagainya mencapai Rp30 juta sehingga pendapatan bersihnya sebesar Rp20 juta.
Setelah panen, petani sayuran harus menanam lagi dan hasilnya belum tentu sebaik sebelumnya karena sangat tergantung pada cuaca dan harga pasar.