Sepanjang 2018, LBH Pers Tangani 24 Kasus 

Editor: Koko Triarko

Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahidin, (tengah), memberikan keterangan laporan tahunan 2018-Foto: M Hajoran

JAKARTA – Sepanjang 2018, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menangani 24 kasus secara litigasi. Dalam laporan tahunan ini, LBH Pers merekam sedikitnya terdapat masalah serius terkait kebebasan pers dan berkespresi. Seperti masih maraknya kekerasan terhadap jurnalis, banyaknya kasus ketenagakerjaan jurnalis dan maraknya kriminalisasi pembela hak asasi manusia.

“Pada 2018, LBH Pers telah menanganani kasus secara litigasi sebanyak 24 kasus, terdiri dari 11 kasus ketenagakerjaan, 2 kasus perdata, 3 kasus pidana, 2 kasus hak cipta, dan 6 kasus sengketa pemberitaan,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahidin, di Kantor LBH Pers saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Menurut Ade, untuk monitoring kekerasan jurnalis dari seluruh Indonesia, ada 71 kasus yang terdeteksi, dan diperkirakan masih banyak lagi yang belum dipublikasi.

Berdasarkan daerah provinsi, Jakarta merupakan provinsi yang paling banyak mengalami kekerasan, yakni 15 kasus, Sulawesi Selatan 8 kasus, Jawa Timur 6 kasus, kemudian Jawa Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, masing-masing 4 kasus dan daerah lainnya.

“Untuk pelaku kekerasan sendiri yang paling banyak adalah kepolisian dengan 30 persen, warga 22 persen, pejabat pemerintah 13 persen, TNI 7 persen, kader dan simpatisan partai 5 persen dan pengusaha 4 persen. Kepolisian menjadi pelaku kekerasan yang paling banyak terhadap pers, disebabkan mereka adalah aparat penegak hukum yang langsung berhadapan dengan pers,” ungkapnya.

Ade menambahkan, untuk kategori kekerasan, paling banyak persentasenya adalah kekerasan fisik, yakni 24 persen , kriminalisasi 13 persen, pelarangan peliputan 12 persen, intimidasi 10 persen, kekerasan verbal, penyerangan kantor media massa, perusakan dan penghapusan data serta teror, masing-masing 2 persen.

Lihat juga...