Universitas Jember Gelar Pemeriksaan Cegah Wabah TBC

Editor: Koko Triarko

Irma menambahkan, penderita TBC harus harus mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat. Kesalahan dalam pengobatan tidak hanya dapat menulari yang lain, namun dapat berakibat pada kematian.

“Pengobatan TBC itu selama enam bulan, dengan obat yang tepat. Jika asal minum obat, justru akan memperparah. Karena dia akan menjadi TBC yang kebal obat. Jika sudah demikian, maka bisa berdampak pada kematian,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Litbang Rumah Sakit Paru Jember, dr. Sigit Kusuma, M.M., yang juga ikut melakukan pemeriksaan, mengatakan, menurut angka prediksi WHO, di Kabupaten Jember ada sekitar 8.000 penderita TBC.

“Namun, yang baru ditemukan adalah 3.500 orang, atau 40 persennya saja. Walaupun demikian, angka tersebut sudah cukup bagus karena pada tingkat nasional saja, hanya berada pada angka 33 persen yang sudah dinyatakan positif TBC. Masih ada 60 persen lebih penderita yang belum terdeteksi,” ujar Sigit.

Menurut Sigit, besarnya angka penderita TBC yang belum terdeteksi ini karena banyak masyarakat yang enggan untuk melakukan pemeriksaan. Ketika mereka batuk hanya minum obat batuk biasa yang mereka beli dari toko obat.

“Padahal, batuk yang lebih dari dua minggu itu sudah bisa diindikasikan sebagai TBC. Jika sudah demikian, segera lakukan pemeriksaan agar bisa diketahui itu hanya batuk biasa atau memang TBC,” imbuh Sigit.

Rendahnya temuan terhadap penderita TBC ini, adalah masalah yang serius. Karena, menurut Sigit, penderita TBC yang belum diketahui dapat menjadi sumber penular bagi masyarakat.

“Ini masalah serius, karena satu penderita TBC dapat menularkan 10 sampai 15 penderita baru. Karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat yang mengalami batuk lebih dari dua minggu, untuk melakukan pemeriksaan. Jika positif TBC, maka akan dilakukan pengobatan secara gratis sampai sembuh,” pungkas Sigit.

Lihat juga...