Korban Bencana di Sulteng Harap Hadirnya Pemerintah

Ilustrasi - Pengungsi -Dok: CDN

PALU – Tanah retak/patah, lumpur mengering, puing bangunan berserakan, masih membekas di beberapa wilayah di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi, pada Jumat 28 September 2018.

Hampir tiga bulan berlalu, pascabencana yang melululantakkan sebagian wilayah kota madya Palu dan dua kabupaten di provinsi yang dipimpin Gubernur Longki Djanggola.

Pascabencana, warga masih berada di tenda-tenda pengungsian, mereka menanti kepastian janji akan direlokasi dari permukiman sebelumnya, yang terdampak bencana. Walaupun, sebagian korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di tiga daerah itu telah menempati hunian sementara.

“Warga masih bertanya-tanya, di mana rencana tempat relokasi,” ucap Ketua RT01/RW 05, Kelurahan Petobo, Abdul Naim.

Kelurahan Petobo menjadi salah satu daerah terdampak gempa dan likuifaksi terparah, saat bencana itu menghantam. Menurut Naim, warga sangat membutuhkan informasi mengenai relokasi permukiman dari pemerintah. Hal itu karena warganya yang kurang lebih sekitar 68 jiwa atau sekitar 18 kepala keluarga, tidak lagi memiliki tempat tinggal.

Ia mengaku, sebagian warga masih memiliki lahan yang di wilayah Petobo yang tidak terdampak lumpur, dan dapat digunakan untuk pembangunan tempat tinggal.

Namun, warga enggan menggunakan lahan mereka karena lokasi dekat dengan jalur patahan gempa serta terdampak likuifaksi. “Warga trauma berat dan takut. Tidak mau karena lokasinya dekat dengan jalur gempa dan terdampak lumpur,” ujarnya.

Dia juga menyebutkan, bahwa warga membutuhkan penjelasan dari pemerintah mengenai gempa dan lahan-lahan relokasi apakah rawan dari gempa atau tidak. “Sebaiknya ada penjelasan dari pemerintah kepada warga mengenai gempa,” katanya.

Lihat juga...