“Nah kalau kita lihat di wilayah itu sebenarnya yang menjadi penanggungjawab adalah Egianus Kogoya, tapi sebenarnya juga ada satu sel baru yang dipimpin oleh seorang yang juga bermarga Kogoya. Saya lupa nama lengkapnya, nanti kalau ingat akan saya sampaikan,” katanya.
Mengenai kabar adanya seorang prajurit TNI yang gugur akibat penyerangan Pos di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga tak jauh dari lokasi para pekerja jalan dan jembatan tewas, Frits mengaku belum mendapat informasi.
“Namun, info yang beredar bahwa ada pekerja yang memfoto kegiatan acara 1 Desember para pelaku, kemudian terjadilah pembunuhan itu. Padahal kalau hanya alasan memfoto, kenapa para pelaku itu tidak mengambil atau meminta agar foto tersebut dihapus filenya, tapi ini kemudian dilakukan pengejaran dan pembunuhan secara sadis di beberapa tempat hingga korban jiwa mencapai puluhan orang.
Ketika disinggung apakah penembakan itu ada motif ekonomi, alumni Kampus STISIPOL Silas Papare, Kota Jayapura itu mengatakan bahwa itu seharusnya urusan lain.
“Tapi bahwa ada tindakan membabi-buta dan puluhan pekerja tewas, saya pikir ini perbuatan keji. Kalau biadab itu satu dua orang yang lakukan, ini keji karena diduga banyak orang yang lakukan. Karena itu atas nama kemanusiaan itu kita wajib mengutuk keras perilaku ini,” katanya lagi.
Frits menegaskan bahwa Komnas HAM Papua tidak perlu mengirim tim untuk ke Nduga guna memastikan peristiwa itu pelanggaran HAM serius atau bukan, karena hal itu merupakan perbuatan kriminal murni yang menjadi otoritas sipil, sehingga pemerintah setempat dibantu TNI dan Polri yang akan menegakkan hukum. (Ant)