Kerajinan Anyaman di Sikka, Mati Suri
Editor: Satmoko Budi Santoso
Lusi berharap, pemerintah bisa mencari pasar untuk produk anyaman, khususnya produk anyaman khas daerah seperti Seneng. Pemerintah juga bisa mengucurkan modal usaha dan meminta perajin membentuk kelompok agar bisa juga diberikan pelatihan menganyam aneka produk yang digemari pasar.
Mery Riwu, pedagang aneka barang anyaman untuk keperluan pesta, saat ditemui di Pasar Alok juga mengatakan hal yang sama. Dirinya selalu memesan produk anyaman dari perajin di wilayah barat Kabupaten Sikka atau dari daerah Lio.

“Orang yang anyam pun rata-rata sudah berumur 60 sampai 70 tahun. Kalau mereka sudah meninggal, tidak ada lagi anak-anak muda yang bisa menganyam. Karena memang menganyam hanya pekerjaan sambilan saja,” tuturnya.
Mery pun mengaku, masih setia menjual aneka barang anyaman karena pesanan selalu saja ada setiap hari. Paling sehari hanya bisa laku satu dua anyaman saja. Seperti Seneng yang dipakai untuk mengisi barang-barang hantaran terutama saat pesta atau acara adat tersebut.
“Kami yang jual anyaman di Pasar Alok kini cuma 3 pedagang saja,” ungkapnya.
Pedagang anyaman pun, kata Mery, kesulitan untuk memasarkan produk mereka di tempat lain. Karena pasti tidak ada yang beli. Maka, dirinya tetap bertahan berjualan di Pasar Alok karena sudah banyak pembeli yang mengetahui.
“Kalau tidak ada pesta atau acara adat, anyaman kami tidak ada yang beli. Paling kami cuma tidur-tiduran saja. Maka, saya juga membuka usaha toko sembako di kompleks perumahan. Karena bila hanya mengandalkan menjual anyaman, pasti rugi,” pungkasnya.