Catatan Akhir Tahun Formapi, DPR Lembaga Digdaya yang Tidak Berdaya.
Editor: Mahadeva
Dilihat dari kinerja fungsi anggaran, DPR tidak dapat berbuat banyak, terhadap usulan yang disampikan pemerintah. DPRD cenderung mengiyakan sepenuhnya. Jarang muncul pikiran-pikiran kritis, sebagai lembaga pengawasan, dalam penyusunan dan pembahasan APBN. Proses pengesahan disebutnya, cenderung berjalan mulus. Hal itu diyakini, bukan karena DPR tidak paham persoalan, tetapi lebih pada sikap kompromistis, atau saling tahu sama tahu, untuk tujuan tertentu.
“Selain tidak kritis dan tidak peka, DPR juga lebih mementingkan anggaran untuk dirinya sendiri. Itu dilihat dari perjuangannya meningkatkan anggaran DPR di APBN 2019, dimana DPR mengajukan kenaikan anggaran secara signifikan, dari Rp5.7 triliun menjadi Rp7,7 triliun, meskipun pemerintah tetap memberikan anggaran Rp5,7 triliun,” tuturnya.
Lucius Karus, penanggungjawab Bidang Legislasi FORMAPPI, menambahkan, jika dilihat dari aspek pengawasan, seharusnya DPR menjadi lembaga yang super body atau digdaya. Oleh konstitusi (UUD 1945) dan berbagai produk hukum seperti UU MD3, UU pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara, UU BPK, DPR diberi wewenang, tugas, dan fungsi pengawasan yang luar biasa kepada pemerintah.
DPR memiliki hak interpelasi, angket, sampai dengan hak menyatakan pendapat, yang hasil akhirnya dapat berupa pemakzulan, jika tidak puas terhadap penjelasan pemerintah. Namun kenyataannya, semua senjata yang diberikan konstitusi dan UU, tidak dipergunakan secara maksimal. “Justru DPR tampak lebih trampil dalam membentengi diri dan memenuhi kepentingan DPR sebagai lembaga dan anggotanya, ketimbang menjadi representasi rakyat,” tandasnya.