Produsi Ikan Teri di Lamsel, Meningkat

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Hasil tangkapan ikan beragam jenis, seperti teri jengki, teri nasi, dan teri lemet di perairan Lampung Selatan, pada awal November ini, melimpah.
Sodikin, salah satu nelayan bagan congkel atau bagan penangkap ikan teri, menyebut, rata-rata satu kapal bagan congkel memperoleh tangkapan sekitar 80 hingga 100 cekeng, dengan berat mencapai 1,5 ton.
Menurutnya, teri basah hasil tangkapan nelayan bagan congkel dikirim ke sejumlah produsen teri rebus di wilayah Bakauheni, Kalianda hingga Lampung Timur.
Salah satu sentra pembuatan teri rebus berada di wilayah pesisir Bakauheni, yang menghadap Selat Sunda, di Dusun Pegantungan, Dusun Muara Piluk hingga wilayah Way Muli, Kecamatan Rajabasa. Tangkapan ikan teri melimpah, didukung oleh pemilik bagan apung atau bagan drum di perairan tersebut.
“Hasil tangkapan nelayan bagan congkel dan bagan apung menjadi penyokong usaha pembuatan teri rebus dan sumber penghasilan warga yang menjadi buruh, karena saat produksi melimpah membutuhkan tenaga kerja yang banyak,” terang Sodikin, di tempat pendaratan ikan Muara Piluk, Bakauheni, Senin (13/11/2018).
Sodikin menyebut, harga teri basah masih cukup stabil. Satu cekeng atau keranjang berukuran 15 kilogram, masih dijual dengan harga kisaran Rp180.000 hingga Rp200.000.
Pemilik usaha produksi teri rebus, umumnya merupakan pemilik bagan congkel, yang di antaranya hanya khusus mencari ikan untuk dijual ke produsen teri.
Sejumlah wanita memanfaatkan waktu menjadi buruh pemilahan ikan teri kering di sentra produksi teri Muara Piluk Bakauheni -Foto: Henk Widi
Sementara itu, meningkatnya tangkapan ikan teri berdampak positif bagi warga pesisir. Amri, salah satu buruh yang bekerja pada salah satu pemilik usaha pembuatan teri rebus bernama Sobri, yang tengah mengirim barang ke Jakarta, menyebut usaha tersebut menjadi sumber pendapatan warga.
Bersama delapan orang lainnya, ia mengaku bekerja sebagai buruh mulai dari perebusan, penjemuran, pengeringan hingga proses pengemasan.
Sebagian buruh merupakan kaum laki laki yang berasal dari wilayah kampung nelayan pesisir Bakauheni, dan sebagian lainnya dari wilayah kecamatan Ketapang.
Sebagai buruh produksi, Amri mengaku sebagian diupah secara harian menyesuaikan pasokan ikan teri. Kondisi cuaca yang mendukung untuk perebusan, sekaligus pasokan bahan baku ikut mempengaruhi berlangsungnya produksi ikan teri.
Sejumlah pekerja memiliki tugas yang berbeda, dari merebus hingga menjemur pada laha atau alat penjemuran dari kayu dan strimin. Namun, sejumlah pekerjaan dilakukan bersama untuk mempercepat produksi.
“Saat tidak ada pasokan ikan teri, buruh harus menganggur, namun saat pasokan melimpah menjadi sumber penghasilan bagi kami,” beber Amri.
Amri juga menyebut, pekerjaan pembuatan teri rebus menjadi teri kering kerap terhambat oleh cuaca hujan. Pekerjaan menjadi lebih lama. Kualitasnya pun tak sebaik saat musim kemarau.
Usaha pembuatan teri dengan sistem perebusan, selain memberi penghasilan bagi kaum laki-laki juga menjadi mata pencaharian bagi sejumlah buruh harian wanita di pesisir Bakauheni.
Suminah, salah satu buruh harian, menyebut sebagian wanita yang bekerja pada usaha pembuatan teri rebus di tempat tersebut hanya bekerja saat proses pemilihan atau penyortiran.
Teri yang sudah dikeringkan, biasanya berupa jenis teri jengki, teri petek, teri lemet, teri jengki.
Pemilahan dilakukan bersama lebih dari sepuluh wanita pada saat produksi melimpah dan permintaan pasar tinggi. Beberapa jenis teri kering usai penjemuran, sengaja dipilih karena harga jual menyesuaikan jenis dan ukuran.
Menurutnya, jenis teri yang paling mahal, berupa jenis teri nasi dengan harga Rp100.000 per kilogram, teri petek Rp20.000, teri lemet Rp25.000, teri jengki Rp50.000 dan ikan yang tidak dipilih dikenal dengan ikan asin sampah dijual Rp8.000 per kilogram.
“Saat produksi melimpah, ada ratusan laha berisi teri kering yang harus disortir, lalu akan dipisahkan sesuai jenisnya sebelum dikemas,” beber Suminah.
Suminah juga menyebut, tenaga buruh sortir seperti dirinya mendapat upah Rp50.000 sejak pagi hingga sore. Selain mendapat upah, para pekerja wanita juga mendapat jatah makan dari pemilik usaha produksi teri.
Produksi teri yang melimpah dengan jumlah mencapai satu ton lebih, membuat pekerjaan bisa diselesaikan selama dua hingga tiga hari. Sejumlah wanita bahkan bisa memperoleh upah sekitar Rp150.000 selama tiga hari, untuk dipergunakan bagi keperluan sehari hari.
Lihat juga...