Peneliti CIPS Minta Pembenahan Data Jagung Nasional

JAKARTA  – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy, meminta pemerintah untuk fokus membenahi data jagung nasional yang dinilai kurang akurat sehingga mempengaruhi kebijakan produksi serta cadangan jagung.

“Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif,” kata Imelda dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Imelda mengatakan, akurasi data yang bermasalah terlihat ketika pemerintah memutuskan untuk menutup impor jagung pada 2015 dengan alasan pasokan mencukupi.

Penutupan keran impor jagung tersebut justru membuat para pengusaha beralih untuk mengimpor gandum sebagai bahan pakan ternak guna pengganti jagung.

Logikanya, ketika data tersebut sudah tepat, seharusnya tidak ada pengalihan penggunaan komoditas, karena produksi dalam negeri telah memadai.

“Ini salah satu contoh dimana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi, mencurigai adanya data jagung yang tidak akurat karena harga komoditas ini untuk bahan pakan ternak sedang tinggi.

Kondisi yang dipicu oleh keterbatasan stok jagung tersebut, menurut dia, bisa berdampak pada kenaikan harga ayam dan telur.

Ki Musbar pun meminta adanya upaya mengatasi kelangkaan pasokan, karena permintaan jagung untuk bahan pakan ternak sangat tinggi yaitu mencapai 780 ribu ton per bulan.

Padahal kelangkaan stok jagung akan terjadi pada periode Desember hingga Maret, karena kondisi cuaca yang tidak menentu dapat mempengaruhi hasil produksi dan pola tanam.

Selain itu, data BPS juga memperlihatkan bahwa luas lahan jagung di Indonesia saat ini mengalami penyusutan dari tahun-tahun sebelumnya.

Lihat juga...