Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Andri Yansyah, -Foto: Lina Fitria
JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI masih membahas kisaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019, yang rencananya akan diumumkan esok, Jumat (26/10). Namun, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Andri Yansyah, mengatakan, jika kenaikan UMP DKI 2019 itu akan diumumkan pada 1 November, mendatang.
“Iya, tapi diumumkan secara serentak di 34 provinsi pada 1 November 2018,” ucap Andri, kepada wartawan, di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).
Sebelumnya, Anies mengatakan, kemungkinan UMP Jakarta 2019 diumumkan pada Jumat (26/10) mendatang, sebelum keberangkatannya ke Argentina. Sehingga, pengumuman masih belum diketahui akan diumumkan oleh Anies atau Sekertaris Daerah (Sekda), Saefullah, selaku Pelaksana Harian (Plh) selama Anies pergi.
“Loh, diumumkan oleh Gubernur. Tapi ya, kalau seumpamanya Pak Anies pergi berhalangan, ya Plh-nya kan?” ungkap Andri.
Nantinya, kebijakan kenaikan UMP 2019 ini akan dituangkan dalam Peraturan Gubernur. Begitu pula dengan tiga bentuk subsidi yang akan ditambahkan dalam kenaikan UMP 2019.
“Makanya, nanti ada beberapa Pergub yang disesuaikan. Bukan hanya masalah UMP, tapi juga subsidi pangan, subsidi transportasi dan KJP,” paparnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, sambung Andri, Pemprov DKI pun menyiapkan sejumlah subsidi yang diberikan bagi para pekerja atau buruh. Pertama, mengeluarkan kartu pekerja yang bisa digunakan untuk menggunakan layanan bus Transjakarta secara gratis di seluruh koridor. Kedua memberikan subsidi pangan, dan ketiga, memberikan subsisi untuk Kartu Jakarta Pintar (KJP).
“Kalau pekerjanya itu punya anak SD, Rp250 ribu, kalau SMP, Rp300 ribu, SMA Rp400 ribu, kalau SMK Rp440 ribu,” tuturnya.
Kemudian, kata Andri, Gubernur DKI berpendapat, jika kebutuhan para pekerja atau buruh tersebut harus bisa diakomodasi. Atas dasar itulah, sambungnya, Pemprov DKI kemudian menyiapkan tiga subsidi tersebut.
“Selisihnya (UMP pemerintah dengan usulan buruh) itu kan Rp300-400 ribu, tapi kalau dikasih (subsidi) banyak kayak gitu kan bisa lebih sampai Rp700 ribu,” tuturnya.
Selain itu, Andri mengaku ada selisih besaran kenaikan UMP yang ditetapkan pemerintah pusat dengan yang diusulkan buruh atau serikat pekerja.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, maka kenaikan UMP sebesar 8,03 persen, sehingga berdasarkan aturan itu, UMP Jakarta menjadi Rp3.940.973. Sedangkan kenaikan UMP yang diusulkan buruh dihitung dengan cara kebutuhan hidup layak (KHL) dikalikan 8,03 persen.
“Terus dikali lagi 3,6 persen untuk BBM, jadi (Usulan buruh) semuanya Rp4.373.820,” jelasnya.
Andri tidak mempersoalkan besaraan kenaikan UMP yang diajukan buruh. Namun, pemprov tidak dapat memenuhi keinginan buruh, karena terganjal peraturan pemerintah. Pasalnya, angka yang diusulkan buruh lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kenaikan UMP yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
“Selisih itulah kewajiban kami, supaya pekerja dan buruh tak terbebani,” ujarnya.
Pasalnya, usulan dari pemerintah mengacu dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Bahkan, survei telah dilakukan di 15 pasar yang ada di Jakarta. Ada 60 item yang dilakukan survei di masing-masing pasar.
“Ada sekitar 60 item, berapa harga daging, telur, minyak, ayam, ikan, tempe, sayuran dan segala macam,” imbuhnya.
Menurutnya, dalam menentukan UMP memang sudah ada rumus yang ditetapkan. Namun, tetap ada selisih dengan permintaan buruh yang mencapai Rp 4.373.820.
“Kami permasalahkan antara UMP yang diusulkan pemerintah dengan yang diminta buruh itu kan ada selisih. Nah, selisih itulah kewajiban kami supaya pekerja dan buruh tak terbebani,” tutupnya.