Indra Putrayana mengatakan, dari hasil beberapa kali razia bisa dilihat bahwa kesadaran masyarakat untuk membayar pajak kendaraan masih rendah. Diperkirakan masih ada sekitar 20 sampai 30 persen pemilik kendaraan di Riau belum membayar pajak.
“Pada operasi terakhir, dari 900 kendaraan yang diperiksa, ada sekitar 300 kendaraan tak bayar pajak. Ini jadi perhatian kita juga,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim, menambahkan Pendapatan asli daerah (PAD) Riau kini hanya bisa mengandalkan pajak kendaraan bermotor dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor untuk menopang APBD. Hasil dari realisasi pajak kendaraan di seluruh Riau, lanjutnya, ada juga yang merupakan hak dari pemerintah kabupaten dan kota.
“Hasil pajak ini kita bagi langsung ke kabupaten/kota. Pemerintah daerah sudah memekik-mekik karena kekurangan anggaran,” katanya.
Ia mengatakan defisit pada APBD Riau 2018 disebabkan tunda salur atau tunda bayar Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas oleh pemerintah pusat, yang jumlahnya sudah Rp1 triliun lebih. Kondisi serupa juga dialami kabupaten/kota lainnya di daerah kaya minyak itu. APBD Riau murni pada tahun ini mencapai Rp10 triliun juga termasuk di dalamnya DBH Migas.
Karena itu, ia meminta Bapenda Riau untuk bekerja keras memenuhi target dari dua sektor pajak terbesar tersebut. Pegawai Bapenda harus benar-benar turun tangan dan jangan hanya menunggu di kantor saja menanti orang membayar pajak.
“APBD Riau ini sangat tergantung dengan PAD, yang terbesar adalah pajak kendaraan bermotor dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor. Kalau ini dua tak tercapai juga, kalau kita tak gulung tikar, kita gulung selimut, akan bangkrut,” keluh Wan Thamrin Hasyim.