Kemarau, Petani Pesisir Rajabasa Alih Profesi Jadi Penangkap Ikan
Editor: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Sejumlah petani di wilayah pesisir Lampung Selatan di antaranya Desa Way Muli, Desa Kunjir dan sejumlah desa lain beralih mencari sumber penghasilan dengan melaut.
Rali (50) salah satu petani padi di Desa Way Muli menyebut, sudah hampir selama tiga bulan terakhir beralih menjadi pencari ikan dengan jaring payang serta pancing rawe dasar. Pilihan tersebut diakuinya setelah lahan sawah miliknya tidak bisa digarap dampak pasokan air yang berkurang.
Hamparan lahan sawah bahkan kini ditumbuhi rumput dan menjadi lahan penggembalaan ternak.
Rali menyebut, peralihan usaha dari bertani menjadi nelayan dilakukan untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Menggunakan perahu ketinting dengan peralatan sederhana Rali kerap melaut di sekitar pantai Kunjir dan sekitar Gunung Botak yang memiliki teluk untuk mencari ikan.
Saat musim teri dan cumi ia dan pencari ikan lain menggunakan jaring payang untuk mencari ikan yang dijual ke tempat pelelangan ikan (TPI) Way Muli.
“Lahan sawah kering sementara keluarga membutuhkan beras serta kebutuhan lain. Usaha paling tepat untuk saya mencari ikan dengan menggunakan perahu. Dijual hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,” terang Rali, salah satu petani sawah yang beralih menjadi pencari ikan, saat ditemui Cendana News di pantai Way Muli, Selasa (25/9/2018).
Rali menyebut, sebagai nelayan tradisional dengan perahu kecil, dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ia juga harus mengikuti larangan mendekat ke Gunung Anak Krakatau (GAK). Gunung Berapi di Selat Sunda yang berada dekat dengan kawasan pesisir tersebut masih terus mengalami erupsi.
Terakhir pada Sabtu (22/9) disertai bunyi gemuruh dan guguran lava pijar. Kolom abu setinggi 600 hingga 800 meter bahkan terlihat seperti tiang tinggi berwarna putih. Saat angin mengarah ke perkampungan, debu kerap mengganggu pernapasan sehingga nelayan dilarang dalam radius 2 kilometer.