Jalan Tol V: Mintalah Petunjuk pada Tuhan

Oleh: Siti Hardijanti Rukmana

Sahabat,
Saat-saat itu semua serba menegangkan. Suatu hari, saya dipanggil Menteri PU. Beliau mengatakan agar proposal yang kami ajukan, yang terdiri dari enam ruas jalan, tiga lajur sebelah kiri dan tiga lajur sebelah kanan, agar diubah, menjadi empat lajur saja. Alasan beliau adalah, karena proyek itu menjadi terlalu mahal dengan enam lajur jalan, sedangkan uangnya pun belum didapat.

Saya membantah langsung: “Bapak maaf, saya tidak setuju dengan arahan bapak. Jalan tol Cawang Tanjung Priok ini dibangun dengan sistem elevated road, mungkin sekarang belum terlalu dibutuhkan dengan enam lajur jalan. Akan tetapi, saya mempunyai keyakinan, bahwa jumlah pengguna jalan semakin banyak. Pada saat dibutuhkan kita harus menambah dua jalur lagi. Hanya bapak, karena ini jalan layang, penambahannya pun harus jalan layang. Saya yakin cost-nya akan jauh lebih mahal, karena bahan baku konstruksi pasti semakin mahal.” Dengan hati-hati saya menjelaskan “Jadi bapak Menteri, dengan segala hormat saya menolak untuk mengubah design kami. Biarkan kami mencoba mencari dananya pak.”

Akhirnya argumentasi saya diterima, dengan catatan segera mencari pendanaannya, supaya pembangunannya tidak tersendat-sendat.

Dana Segar yang Kami Butuhkan

Dulu saya kira, dengan masuknya sindikasi Bank ke dalam konsorsium, akan mempermudah turunnya pinjaman. Ternyata tidak demikian. Bank juga bertanggung jawab kepada para nasabahnya, jangan sampai uang yang dititipkan di dalam bank tersebut hilang.

Menunggu persetujuan bank, belum dapat dipastikan, karenanya kami mengajukan bridging finance, yang akhirnya disetujui oleh sindikasi bank, sejumlah Rp20 milyar. Tapi uang sebesar itu segera terpakai dan habis sudah.

Lihat juga...