Abdul Rosyid Wahab, Setia Menjaga Toleransi
Editor: Satmoko Budi Santoso
Keinginan mendirikan sekolah, kata Abah, sapaannya, awalnya terasa berat. Sebab takut kekurangan tenaga pengajar. Namun berkat dorongan dan dukungan dari teman-temannya yang beragama Katolik, akhirnya dia pun memberanikan diri mendirikan sekolah Muhammadiyah.
“Saat saya mendirikan IKIP Muhammadiyah, saya mendapatkan desakan dari rekan-rekan agama Katolik agar mendirikan sekolah hingga perguruan tinggi. Mereka membantu saya menyediakan tenaga pendidikan,” ungkapnya.
Bahkan saat menerima penghargaan pun, kata Rosyid, dirinya diminta membawa seorang tokoh agama Katolik dan seorang anak dari panti asuhan untuk memberikan testimoni kepada semua peserta.
“Saya juga aktif di BPBD Sikka. Saat ada bencana letusan Gunung Rokatenda saya juga aktif membantu pengungsi bahkan tinggal di lokasi dan membantu mereka agar tidak trauma,” terangnya.
Rosyid juga mengaku, sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, selalu belajar di sekolah Katolik sehingga mengetahui doa agama Katolik dan bergaul akrab dengan teman-teman dari agama Katolik.
“Saya selalu belajar di sekolah Katolik, baik dari SD hingga Universitas Atma Jaya Jakarta. Saya merasa pendidikan sangat penting sehingga tergerak mendirikan sekolah dan juga didukung tokoh-tokoh Muhammadiyah,” ungkapnya.
Waktu pulang dari Jakarta usai menerima penghargaan, Abah mengaku langsung ketemu Uskup Maumere. Sebab dirinya merasa sangat bersyukur, hidup sejak kecil dalam pendidikan Katolik.
“Saya juga pernah tinggal dengan saudara beragama Katolik. Rumah kami pernah menampung anak-anak sekolah yang beragama Katolik untuk tinggal. Kalau hari Minggu, istri saya selalu mengingatkan mereka untuk misa di gereja,” ucapnya.