PBB: Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Global Meningkat
JAKARTA — Laporan PBB terbaru menyoroti terjadinya peningkatan drastis jumlah kekerasan dan pelecehan hukum terhadap masyarakat adat di berbagai negara yang didorong oleh ekspansi cepat proyek-proyek pembangunan di tanah adat.
Pelapor Khusus PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Corpuz menyerahkan laporan terbaru tersebut kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Genewa, Senin (27/8).
Tauli-Corpuz dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan dalam laporan terbaru itu disebutkan bahwa pola kekerasan yang signifikan telah muncul di berbagai negara, di mana kekerasan fisik dan penuntutan hukum digunakan terhadap penduduk asli yang mempertahankan hak dan tanah mereka.
Laporan ini menjelaskan bagaimana kepentingan sektor swasta berkolusi dengan pemerintah dalam mengincar tanah masyarakat adat untuk proyek pembangunan ekonomi.
“Saya telah diberi tahu tentang ratusan kasus kriminalisasi dari hampir setiap sudut dunia. Ekspansi proyek pembangunan yang cepat di tanah adat tanpa persetujuan mereka memicu krisis global,” kata Tauli-Corpuz.
Serangan-serangan, baik fisik maupun hukum, adalah upaya untuk membungkam masyarakat adat yang menyuarakan penentangan mereka terhadap proyek-proyek yang mengancam mata pencaharian dan budaya mereka, kata Tauli-Corpuz.
Sejak Juni 2014, ketika baru menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB, Tauli-Corpuz telah menyaksikan peningkatan yang signifikan dalam kasus-kasus kriminalisasi dan kekerasan di Filipina, Brasil, Kolombia, Ekuador, Guatemala, Honduras, India, Kenya, Meksiko dan Peru.
Front Line Defenders mendokumentasikan 312 pembela hak asasi manusia yang dibunuh pada 2017, 67 persen terbunuh karena membela tanah mereka, lingkungan, atau hak adat, hampir selalu dalam konteks proyek sektor swasta.