Kemarau, Petani Gunakan Disel untuk Sedot Air
Editor: Satmoko Budi Santoso
SOLO – Musim kemarau tahun ini berdampak pada petani yang berada di kawasan tadah hujan. Pasalnya, tidak adanya suplai air untuk irigasi, petani harus pintar memutar otak daripada sama sekali tidak bisa bercocok tanam.
Salah satu yang dilakukan petani di Klaten, Solo, Jawa Tengah untuk bisa bertanam adalah dengan sedot air menggunakan disel. Petani harus mengeluarkan uang lebih agar untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) agar tanaman mereka tetap panen.
“Tidak ada lagi sumber air kalau tidak sedot pakai disel. Otomatis untuk membeli bensin harus keluarkan uang,” ucap Yubaidi, salah satu petani asal Tulung, Klaten.

Untuk bisa mengairi satu petak lahan seluas 1.300 m2, dirinya membutuhkan 6-8 jam untuk menyedot air menggunakan disel. Sementara dalam dua jam dirinya harus menghabiskan 1 liter BBM.
Dalam sekali sedot air menggunakan disel, petani rata-rata mengeluarkan Rp 22.000 – 30.000. Sementara untuk tanaman padi, kebutuhan airnya sangat banyak. “Berbeda jika tanaman jagung, bisa lebih hemat. Kalau padi, hampir setiap dua pekan harus sedot air dengan disel. Kalau tidak tanaman mudah mengering,” urainya.
Petani 68 tahun ini mengaku, harus mengeluarkan biaya lebih untuk bisa menggunakan air dari sumur pantek untuk kebutuhan irigasi di musim kemarau panjang seperti saat ini. Tak hanya dirinya, bahkan sebagian besar petani di wilayahnya juga melakukan hal serupa.
“Karena aliran sungai sudah mulai mengering dan tidak bisa lagi pengairan. Kalau tidak sedot sumur dalam, ya ngambil dari sungai,” aku dia.