Idul Adha Ajarkan Jiwa Rela Berkurban Sejak Dini

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriyah/2018 menjadi kesempatan untuk menanamkan semangat jiwa rela berkurban sejak dini. Demikian diungkapkan Firdaus (39), warga Dusun Bunut Utara, Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan. Salah satu tokoh agama dan masyarakat itu menyebut, kurban dilakukan oleh puluhan anak-anak di desanya sejak lima tahun terakhir.
Menurutnya, kurban yang telah mentradisi dilakukan dengan cara mengumpulkan dana untuk membeli hewan kurban, sejak satu tahun sebelum pelaksanaan. Pengumpulan uang dilakukan setiap malam pengajian, dengan seikhlasnya tanpa dipatok nilai. Hasil dari uang yang terkumpul dibelikan hewan kurban berupa kambing, menyesuikan harga di pasaran.
“Tahun ini, anak-anak hanya mengurbankan satu ekor kambing, tapi tahun tahun sebelumnya bisa dua hingga tiga ekor kambing, partisipasi anak untuk berkurban masih terus berjalan setiap tahun oleh kelompok pengajian anak-anak,” terang Firdaus, saat ditemui Cendana News, Rabu (22/8/2018).
Nisfah (kedua dari kiri) seusai menyerahkan hewan kurban hasil dari pengumpulan uang selama setahun anak-anak pengajian Masjid Manbaul Huda, Desa Bandaragung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan [Foto: Henk Widi]
Hasil pembelian hewan kurban berupa satu ekor kambing kelompok pengajian anak-anak Masjid Manbaul Huda tersebut, selanjutnya digabungkan dengan hewan kurban warga yang berkurban pada hari raya Idul Adha tahun ini. Sesuai data pada tahun ini, Firdaus menyebut di masjid Manbaul Huda dikurbankan sebanyak empat ekor kambing, dan empat ekor sapi.
Firdaus mengungkapkan, lingkungan tempat tinggalnya dominan dihuni oleh warga perantauan asal Makassar, Sulawesi Selatan, atau dikenal dengan kampung Bugis.
Upaya menanamkan sikap berkurban dan melakukan kurban sudah diajarkan sejak dini, sesuai kemampuan. Setelah penyembelihan hewan kurban, anak-anak dan orang tua dilibatkan melakukan pembagian hewan kurban.
Hewan kurban yang sudah disembelih dan dikemas dalam sejumlah paket, kata Firdaus, selanjutnya dibagikan kepada warga desa. Sebanyak 500 paket daging kurban sebagian merupakan hasil kurban dari anak-anak pengajian Masjid Manbaul Huda, dibagikan kepada kaum miskin, serta sejumlah warga kurang mampu di wilayah Desa Bandar Agung hingga Desa Berundung.
Pembagian hewan kurban tersebut, melibatkan anak-anak untuk mengantar langsung kepada warga yang berhak memperoleh daging kurban.
Nisfah (12) bersama  20 orang rekannya, menyebut tradisi berkurban oleh anak-anak dengan persiapan selama satu tahun telah menjadi agenda tahunan. Berbentuk semacam arisan, anggota pengajian akan mengumpulkan uang selama setahun untuk dipergunakan membeli hewan kurban.
Ia menyebut, meski berbentuk arisan, namun jumlah uang yang dikumpulkan tidak dipatok besarannya, namun menyesuaikan kemampuan.
“Tahun ini, jumlah uang yang terkumpul hanya cukup untuk membeli satu ekor kambing, dan sudah cukup membuat kami bersyukur bisa ikut berkurban,” terang Nisfah.
Selain ikut berpartisipasi dengan membeli hewan kurban, anak-anak pengajian Masjid Manbaul Huda juga ikut membantu orang tua. Setelah pembagian daging kurban, sebagian anak-anak membantu orang tua mengolah daging kurban menjadi masakan khas Bugis.
Sebagai salah satu sajian khas saat Lebaran Idul Adha bagi suku Bugis, soto konro yang dibuat dari tulang iga sapi menjadi hidangan saat silaturahmi antarkeluarga.
Nisfah dan kawan kawan menyebut, berkurban secara bersama dengan rekan-rekan pengajian, menjadi cara untuk bisa berkurban secara pribadi saat dewasa.
Nisfah bahkan menyebut secara pribadi, ia sudah menyisihkan sebagian uang jajannya untuk ditabung. Kelak saat dewasa, ia berniat membeli hewan kurban dan merupakan kurban pribadi yang menjadi niat sesuai dengan kemampuannya untuk membeli seekor kambing.
Tradisi saling mengunjungi keluarga saat hari raya Idul Adha, masih dilakukan di kampung Bugis, Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan [Foto: Henk Widi]
Mengajak anak-anak berkurban sejak dini, diakuinya sekaligus mengajarkan makna berkurban yang menjadi kewajiban baginya sebagai seorang Muslim.
Silaturahmi yang dilakukan setelah penyembelihan hewan kurban, dilakukan setelah salat Dzuhur hingga malam hari.
Bubah (60), salah satu warga setempat, menyebut setelah daging kurban diolah menjadi soto konro dan sajian lainnya, kegiatan makan bersama menjadi tradisi berkumpul bersama keluarga.
Setiap tamu yang berkunjung bisa menikmati sajian soto konro, dan sebagian daging dibuat menjadi sate dengan penyajian menggunakan buras, sejenis lontong khas masyarakat Bugis.
“Kebersamaan pada hari raya Idul Adha kita lakukan dengan berkumpul bersama keluarga dan kerabat sambil makan bersama,” terang Bubah.
Di lingkungan yang ditinggali mayoritas suku Bugis, Bubah menyebut tradisi saling berkunjung tetap dilakukan oleh warga, terutama kepada keluarga yang dituakan.
Pengumpulan uang untuk membeli hewan kurban oleh anak-anak, disebutnya juga diprioritaskan bagi orang tua yang kurang mampu, terutama para janda dan fakir miskin. Sebab, hewan kurban yang diserahkan ke panitia kurban sengaja diniatkan untuk warga yang berhak menerimanya.
Selain sebagian bisa dimasak sesuai selera, bagi keluarga yang sudah mengolah daging kambing dan sapi menjadi sajian khas kuliner Bugis bisa diantarkan ke keluarga yang lebih membutuhkan.
Tradisi hantaran lauk tersebut masih tetap dilestarikan oleh masyarakat suku Bugis yang tinggal di sekitar Sungai Way Sekampung, dan pesisir pantai Timur Lampung Selatan. Silaturahmi dan makan bersama saat melakukan kunjungan keluarga bahkan menjadi hal wajib di setiap keluarga Bugis, dengan berbagai sajian khas saat hari raya Idul Adha dengan olahan berbahan daging.
Lihat juga...