Cerita Penghuni Pulau Terluar, Kibarkan Bendera Merah Putih
KARIMUN — Satu pompong dan dua boat pancung (sampan bermesin tempel), sore itu berlayar beriringan menuju Pulau Karimun Anak, sebuah pulau terluar di Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Tiga kapal kecil itu merapat di pinggir pantai pulau itu, setelah berlayar sekitar 20 menit dari Pelambung, Desa Pongkar, mengangkut anggota DPR, bersama sejumlah wartawan, camat, kapolsek, danramil, kepala desa, dan tokoh masyarakat setempat.
Tidak ada tambatan perahu atau dermaga, sehingga ketiga kapal rakyat itu terpaksa merapat di pantai berpasir putih, persis di depan deretan gubuk kayu dengan kibaran bendera Merah Putih di halamannya, yang diikat di ujung tiang kayu sepanjang sekitar 6 meter, terpaku pada tiang jemuran pakaian agar kokoh tidak tumbang ditiup angin.
Bendera Merah Putih seukuran sekitar 1 x 0,5 meter itu berkibar di depan rumah Abu dan Amoi, sepasang suami istri suku asli yang berdiam puluhan tahun di pulau kecil itu. Selain pondok Abu dan Amoi, gubuk-gubuk kayu warga suku asli yang berjejer di pantai tersebut juga sudah mengibarkan bendera Merah Putih.
Dan tidak ketinggalan pompong dan sampan yang mereka miliki, yang mengapung dan ditambat pada kayu bakau, juga sudah terpasang bendera Merah Putih yang berkibar ditiup angin dari Selat Malaka.
“Kalau tidak (mengibarkan bendera), nanti disangke (pulau) Malaysia pulak. Di atas sane malah (bendera) lebih besar lagi,” jawab Abu dengan aksen Melayu, ketika ditanya alasannya mengibarkan bendera Merah Putih.
Meski HUT Kemerdekaan RI masih 14 hari lagi, pada Jumat (3/8/2018) sore itu, tampak Abu bersama seluruh penghuni pulau itu sudah mengibarkan bendera merah putih secara sukarela tanpa dipaksa, seperti penduduk di kota yang kerap lalai mengibarkan bendera Merah Putih.