Berkunjung ke Rumah Adat Batak Toba di TMII
Editor: Satmoko Budi Santoso
Eksterior rumah di anjungan ini dihiasi dengan gambaran kehidupan masyarakat tradisional suku Batak Toba. Salah satu yang menarik adalah replika dapur Batak Toba, yang didominasi kayu dan bambu. Juga gendang Batak Toba di antaranya suling, asapi, gendang, dan gong.
Diaroma patung si gale-gale di ruang bawah atau kolong. Yakni jelas Gundi, patung ini meriwayatkan seorang bangsawan yang mempunyai satu orang anak laki-laki mencintai seorang wanita.
Lantaran cintanya ditolak, pemuda itu terus menerus hingga sakit dan meninggal dunia. Untuk mengenang anaknya, sang ayah lalu membuat patung si gale-gale ini yang ikut bergerak menari-menari.
“Si gale-gale ini patung khas Batak Toba, ini budaya yang terus dilestarikan,” ujarnya.
Selain itu, tambah dia, ada tongkat tunggul banaluang yang fungsinya untuk menolak bala atau musuh. Pingga pasu yaitu sejenis alat dapur yang dipakai masyarakat Batak Toba juga merupakan tradisi yang dilestarikan.
Gundi menjelaskan, marga Toba yang tinggal di Jakarta jika tak sempat pulang bisa berkunjung ke TMII melepas kangen kampung halaman. “Alhamdulillah antusias pengunjung luar biasa, baik warga Batak Toba maupun daerah lain juga banyak turis yang tertarik dengan keunikan rumah adat ini,” kata pria kelahiran Jakarta 48 tahun, ini.
Pada umumnya, kata Gundi, suku Batak Toba berasal dari kampung halaman di wilayah administratif hasil pemekaran bekas kabupaten Tapanuli Utara (lama). Yang kini meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Humbang Hasundutan yang meliputi, Balige, Porsea, Laguboti, Parsoburan sampai ke arah Pahae.