MEMERANGI LEPROPHOBYA (4): MEREKA JUGA PEMBANGUN BANGSA
Oleh: Siti Hardiyanti Rukmana
“Di Tanggerang. Kira-kira tangal 15 – 25 November 1988,” saya menjelaskan.
“Baiklah kalau begitu, Ibu bersedia membuka Porpentanas I, ibu nyumbang Piala bergilir yo,” secara spontan ibu berkata.
“Alhamdulillah, matur sembah nuwun (terima kasih banyak) ibuku sayang,” saya bersyukur sambil mencium tangan ibu.
Baca juga: MEMERANGI LEPROPHOBYA (3): TITIK TERANG DI SUDUT HARAPAN
Ibu tersenyum melihat tingkah saya, dan berkata: “Kasih tahu ajudan ibu, untuk menjadwalkan pertemuan ibu dengan mereka. Ketemu ibu disik (dulu) tho wuk?”.
“Harus ketemu dong bu, biar lebih akrab ibu dengan mereka,” cepat saya menjawab.
“Kasih tahu ajudan untuk menjadwalkan segera, di rumah saja!”.
Di hari yang sudah ditetapkan, ibu menerima mereka. Terlihat wajah ibu sangat bahagia dapat menjamu mereka. Penuh canda tawa tak ada kendala.

Aku bangga karena ibu merupakan Ibu Negara yang pertama di dunia yang bersilaturahmi dengan penyandang kusta di tahun 1988. Satu tahun kemudian langkah ibu Tien diikuti oleh Lady Diana, pada November 1989.
Ibu, kami putra putri ibu selalu ibu bimbing menjadi bagian dari pembangun bangsa, sekecil apapun itu wujudnya. Kami bangga punya ibu yang penuh ide dan yang selalu berfikir untuk membantu masyarakat kecil.
We always love you dearest Ibu ….
Ya ILLAHI, satukan ibu dan bapak kami di sorga-MU .. AAMIIN.
Bersambung ……
Jakarta 25 Juni 2018
Pukul 3.30 WIB menjelang subuh
———————–
Catatan: Pada saat mendampingi penderita kusta, saya menulis sajak “MEROBEK SILAM YANG KELAM“