MEMERANGI LEPROPHOBYA (4): MEREKA JUGA PEMBANGUN BANGSA
Oleh: Siti Hardiyanti Rukmana
[su_row][su_column size=”1/2″ center=”no” class=””]

[/su_column] [su_column size=”1/2″ center=”no” class=””][/su_column][/su_row]
“Anak anaknya apa ketularan kusta juga?” ibu memotong cerita saya.
“Kalau anaknya hidup dengan mereka dan tiap hari secara terus menerus terjadi kontak, misal sering menyuapi, menyusui, menggendong dan perilaku yang serupa, mereka akan tertulari. Nah ini yang biasanya di kalangan masyarakat dikatakan penyakit turunan, padahal bukan. Tetapi kalau anaknya dijauhkan dari si penderita, mereka tidak akan tertular. Jadi sehat walafiat. Namun malangnya, mereka tidak diterima belajar di sekolah negeri ataupun sekolah umum,”.
“Kena apa kok nggak boleh?” Ibu mulai penasaran.
“Karena murid-muridnya, orang tua murid, dan para guru, takut tertular kusta, walaupun sudah dijelaskan bahwa mereka tidak sakit,”.
“Kasihan sekali hidupnya. Nah inilah kesempatan bagi masyarakat lain yang lebih baik hidupnya untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Mungkin mereka tidak menyadari bantuan sekecil apapun yang mereka berikan, akan besar artinya bagi si penerima bantuan, dalam hal ini para penyandang kusta.
Dengan membantu mereka supaya dapat diterima di komunitas umum, berarti mereka membangun karya karya kecil dari para penyandang kusta untuk bangsa dan Negara. Kamu ingat pesan ibu tho wuk, bahwa memberikan karya kita pada Bangsa dan Negara, jangan dilihat dari besar kecilnya karya itu, tapi ketulusannya. Walaupun yang kamu sumbangkan hanya setitik karya, namun jadikan yang setitik itu menjadi bagian dari pembangun bangsa,”.