MEMERANGI LEPROPHOBYA (2): MENEMANI PENDERITA
Oleh: Siti Hardiyanti Rukmana
“Di ruangan ini, terdapat kotak-kotak bak air yang dilengkapi dengan air kran. Setiap hari pasien dicuci kakinya dan di sikat dengan sikat kawat.”

Saya tanya langsung ke pasiennya : “Ini disikat dengan sikat kawat kenceng begini, apa tidak sakit.”
“Sama sekali tidak merasa apa-apa, Bu,”.

“Mereka tidak merasa sakit Mbak, karena sudah mati rasa seluruh syaraf yang terkena kusta,” menegaskan pak Adiyatma.

“Bapak ini adalah pasien yang sudah dinyatakan sembuh Mbak. Dia harus menjaga stamina tubuhnya, cukup gizi dan hidup bersih di rumahnya, agar bakteri kusta tidak datang lagi. Dan mereka bisa bekerja sesuai bidang yang ditekuni, bapak ini bikin sandal. Tidak kalah hasilnya dengan yang sehat,” tersenyum pak Adiyatma mengakhiri penjelasannya.
Mereka tersisih dan terbuang dari komunitas masyarakat karena ketidakberdayaan mereka. Itupun belum cukup. Mereka juga khawatir pendidikan anak-anak mereka, yang Alhamdulillah terlahir sehat walafiat, namun harus menanggung akibatnya. Karena tidak diterima sekolah umum, disebabkan murid-muridnya, orang tua murid dan para guru takut tertular, padahal ini bukan penyakit keturunan.