JAKARTA — Jaksa Agung MH. Prasetyo, mengapresiasi putusan majelis hakim pengadilan Jakarta Selatan yang memvonis hukuman mati Aman Abdurrahman, terdakwa kasus bom Thamrin pada 2016, lalu.
Menurutnya, vonis mati tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut hukuman maksimal, yakni hukuman mati.
“Vonis hukuman yang dijatuhkan pengadilan sudah tepat, yakni hukuman mati. Artinya, majelis hakim sependapat dan sepaham dengan kita, bahwa Aman Abdurrahman harus divonis hukuman mati,” kata MH. Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Ia menyebutkan, peristiwa bom Thamrin telah menimbulkan efek yang luas dan luar biasa bagi masyarakat dan negara. Sehingga, hal itulah yang menjadi pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis mati terhadap Aman Abdurrahman sebagai otak dari bom Thamrin.
“Rangkaian peristiwa yang terjadi dan dampak yang timbul dari peristiwa itu, tentu menjadi pertimbangan bagi majelis hakim untuk menjatuhkan vonis hukuman mati. Karena kita lihat peristiwa tersebut telah memakan korban dan trauma bagi masyarakat,” sebutnya.
Prasetyo menambahkan, bahwa pihaknya akan terus mengikuti perkembangan kasus tersebut, untuk mengantisipasi bila Aman Abdurrahman melakukan upaya hukum untuk banding. Pihaknya sudah siap untuk melakukan banding juga.
“Kalau mereka banding, tentu kita juga banding, makanya kita terus mengikuti perkembangan. Kalau mereka melakukan manuver, pasti kita ikuti, kita tidak boleh kalah dari mereka,” sebutnya.
Sebelumnya, Aman Abdurrahman dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemimpin Jemaah Ansharut Daulah (JAD) itu dinilai terbukti melakukan tindak pidana terorisme terkait aksi bom Thamrin dan Kampung Melayu.
“Mengadili, menyatakan, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan hukuman mati,” kata Ketua Majelis Hakim, Akhmad Jaini, saat membacakan putusan hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018) pagi.