Tuntutan Hukum Tak Bisa Disamaratakan

Editor: Mahadeva WS

Jaksa Agung HM Prasetyo - Foto M Hajoran Pulungan

JAKARTA – Kasus perkara korupsi memang menjadi perhatian publik, karena berkaitan dengan keuangan negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat. Lemahnya hukuman dalam tuntutan hingga putusan pengadilan dinilai salah satu penyebab suburnya korupsi.

Menanggapi hal tersebut, Jaksa Agung HM Prasetyo tidak sependapat. Menurutnya, berat ringan tuntutan yang diberikan oleh Jaksa tergantung pada kasus dan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan. Sehingga tuntutan yang diberikan tidak bisa disamaratakan antara satu kasus dengan kasus yang lain.

“Saya perlu tegaskan, bahwa setiap perkara itu, terutama kasus korupsi itu berbeda. Tidak bisa dibuat rata dan selama ini masyarakat berpendapat bahwa jaksa dalam menuntut kasus korupsi selalu menuntut ringan, sehingga hukumannya hanya dua tahun dan tiga tahun saja,” kata HM Prasetyo, Jumat (4/5/2018).

Menurutnya, tuntutan dan putusan pengadilan untuk kasus korupsi selalu berbeda. Perlu dipahami, ada tuntutan yang berat sesuai ancaman dengan mempertimbangkan kerugian. Atau juga mempertimbangkan motif atau modus operandi kasus korupsi tersebut.

Jaksa disebutnya, menggunakan pasal-pasal yang mengatur hukuman dan tidak bisa memberikan tuntutan di luar aturan hukum yang berlaku. Pertimbangan lain yang diberikan dalam penuntutan, bukan hanya dalam kasus biasa tapi juga kasus korupsi. Ada hal-hal yang meringankan terdakwa dan ada juga yang memberatkan tuntutan bagi terdakwa yang menjadi pertimbangan jaksa.

“Dalam memberikan tuntutan, jaksa punya pertimbangan sendiri. Ada hal-hal yang meringankan dan ada juga yang memberatkan bagi terdakwa. Sehingga tuntutan itu tidak sama, ada yang 2, 3, 5 dan bahkan ada yang 10 tahun. Jadi itu berbeda-beda tergantung kasus dan kerugian yang ditimbulkan,” tandasnya.

Lihat juga...