Perajin Kerupuk Kemplang, Bertahan dengan Tingginya Harga Tapioka

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Kenaikan harga tepung tapioka dialami oleh pemilik usaha kerupuk kemplang sejak Agustus 2017. Sulistiono (43), pemilik usaha pembuatan kemplang di Desa Kelaten, Penengahan, Lampung Selatan,  menyebut kenaikan berkisar Rp90.000 hingga Rp100.000 per sak (isi 50 kilogram).

Kenaikan harga tersebut mengakibatkan Sulistiono hanya bisa menaikkan harga produk kemplang miliknya sebesar Rp1.000 per bungkus, dengan produksi per bulan mencapai 100 hingga 200 ball.

Sulistiono menyebut, pada bulan Juli 2017 harga tepung tapioka atau aci dari distributor masih dijual seharga Rp175.000 per sak, selanjutnya mulai naik pada bulan Agustus menjadi Rp265.000 per sak atau naik Rp90.000. Selanjutnya pada bulan September, dari harga Rp265.000 menjadi Rp373.000 per sak atau naik sebesar Rp108.000 per sak.

Sulistiono mengadon bahan baku pembuatan kerupuk kemplang dari tepung tapioka, garam dan perisa ikan [Foto: Henk Widi]
Kenaikan ketiga kembali terjadi pada penghujung tahun dari semula seharga Rp373.000 naik menjadi Rp470.000 atau naik sebesar Rp97.000 per sak.

“Hingga awal Mei terakhir, kami membeli satu ton harga belum turun dan kenaikan harga sudah terjadi dari distributor, sehingga kami tidak bisa berbuat banyak, mau beli eceran jelas tidak mungkin, karena pasti lebih mahal,” terang Sulistiono, Selasa (8/5/2018).

Dibantu Ratna Yunianti (41), sang istri dan enam karyawan, Sulistiono menyebut produksi kemplang tetap berjalan, meski harga bahan baku mengalami beberapa kali kenaikan.

Berdasarkan pengalaman Sulistiono, kenaikan harga bahan baku kemplang berbeda dengan komoditas lain yang menyesuaikan tingginya permintaan. Tepung tapioka dengan bahan utama singkong yang didatangkan dari wilayah Mesuji dan sejumlah pabrik tapioka di Lampung berkaitan dengan perkebunan singkong.

Lihat juga...