IKADI Menyebut, Kemenag Tidak Perlu Susun Rekomendasi Mubalig
Editor: Mahadeva WS
Lebih lanjut, jika nanti benar adanya mubalig bersertifikat, maka diduga akan menghabiskan biaya yang banyak. Dampaknya, mubalig yang memiliki sertifikat bisa saja memasang tarif ceramah karena telah bersertifikat. “Makanya saya nilai tidak perlu ada istilah mubalig yang mendapat rekomendasi dan ada mubalig yang memiliki sertifikat. Karena semua hal ini akan bisa membuat kacau suasana saja,” tegasnya.
Wusqa menyebut, saat ini di IKADI Sumbar ada 100 lebih mubalig. Setiap mubalig di Ikadi mendapatkan pelatihan. Setelah selesai mengikuti pelatihan, diberikan sertifikat. “Nah, sertifikat yang diberikan itu bukanlah soal berkompetennya seorang mubalig atau tidaknya. Tapi, sertifikat itu sebagai penghargaan, karena telah menjadi peserta pelatihan mubalig,” tambahnya.
Secara pribadi, Wusqa menghargai apa yang dimaksud oleh Kemenag mengenai kebijakan 200 mubalig yang direkomendasikan. Serta mengapreasiasi kebijakan mencabut kembali kebijakan tersebut. Akan tetapi diharapkannya, kedepan tidak perlulah ada istilah merekomendasikan mubalig dan adanya sertifikat tersebut.
“Masyarakat saat ini sudah cerdas, mana mubalig yang bisa dipahami dan diterima ceramahnya. Intinya Kemenag perlu melakukan pemantuan saja, terkait adanya kekhawatiran adanya penyebaran pemahaman yang melenceng,” ucap dosen Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang tersebut.