Menikmati Kedalaman Pesona Komik secara Integral

Editor: Koko Triarko

JAKARTA — Cerita pada komik tidak bisa dilepaskan dari tanda-tanda gambar seperti gambaran yang memperlihatkan perwatakan tokoh, ekspresi wajah, gerak, atau bahasa tubuh. Tanda-tanda gambar ini merupakan bagian integral bahasa komik.

Hal tersebut diungkapkan Jim Supangkat, dalam pengantarnya di buku katalog setebal 220 halaman yang dipublikasikan oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI) untuk melengkapi fasilitas pameran Indonesia Art Award (IAA) 2018 bertema Dunia Komik “Bahasa Budaya Cerita Gambar” yang berlangsung sejak 2 hingga 18 April 2018 di Galeri Nasional, Jakarta.

Ketua Juri IAA 2018 yang juga sebagai salah satu kurator, Jim Supangkat. -Foto: Makmun Hidayat

“Komik adalah cerita gambar, di mana gambar tidak berperan sekadar sebagai pelengkap (ilustrasi),” kata Jim, Ketua Juri IAA 2018 yang juga sebagai salah satu kurator.

Dia menjelaskan, kedudukan gambar pada narasi itu membuat komik adalah pengolahan gambar yang bertutur dan bisa didekatkan dengan sastra lisan di banyak tradisi, yang selalu melibatkan penonton. Khususnya sastra lisan yang pengungkapannya dibantu alat-alat peraga.

Dalam pertunjukkan wayang, misalnya, bahasa verbal yang digunakan dalang dalam membawa cerita bisa didekatkan dengan teks pada komik, dan pertunjukkan wayangnya bisa didekatkan dengan pembuatan gambar yang bertutur pada komik.

Menurut Jim, pengolahan gambar pada komik yang merupakan pembuatan gambar bercerita melalui puluhan, bahkan ratusan panel jauh berbeda dengan pembuatan gambar atau lukisan pada satu panel di dunia seni rupa, bahkan pembuatan satu karya yang melibatkan proses pengkonstruksian.

Lihat juga...