Menikmati Kedalaman Pesona Komik secara Integral

Editor: Koko Triarko

Menurut Jim, articifation komik pada seni rupa kontemporer masih dibaca sebagai penggunaan gejala artistik pada komik, dalam pertentangan pandangan di dunia seni rupa. Persoalan artification ini tidak masuk ke dunia komik dan menyentuh standar-standar artistik komik.

“Bila seni rupa kontemporer sesungguhnya mengutamakan masyarakat dan budaya, pengkajian standar-standar artistik komik bisa menjadi awal pencarian standar-standar artistik seni rupa kontemporer,” ujarnya.

Bila melihat perjalanan komik dalam perkembangannya disebut dengan istilah cerita bergambar (cergam), komik Indonesia dimulai sejak 1920-an.

Menurut kurator, Iwan Gunawan, dari perjalanan gramatikal cergam yang sudah dikembangkan selama hampir 100 tahun itu, mulai dari bahasa, pencarian gaya gambar, teknik kartun, teknik penyusunan panel, cara menghubungkan teks tulisan dengan gambar, teknik penceritaan, budaya masyarakat, semua itu merupakan modal budaya yang akan memperkaya cergam kita ke depan.

Sementara itu, Hikmat Darmawan, menyebut masa kejayaan komik Indonesia secara industri maupun estetika ditandai oleh begitu banyak karya komik yang menemui masyarakat dalam bentuk bacaan-bacaan liburan, pada era 1950-an hingga1970-an.

Sekaitan dengan pameran Dunia Komik di Galeri Nasional, Hikmat berharap, komik  dapat kembali ke sifat alamiahnya sebagai bahasa budaya kita. Menjadi konsumsi bacaan khalayak luas lagi, berada di mana-mana sebagai bacaaan sehari-hari.

Dalam keanekaan gaya dan pilihan medium serta rancangan presentasi dari 129 karya komik, terlihat, bahwa bahasa komik adalah sebuah bahasa yang mampu memikul gagasan-gagasan para penggunanya.

Lihat juga...