Ketua LSF: Kami Mendorong Masyarakat Punya Sensor Mandiri

JAKARTA –– Dunia perfilman di Indonesia mengalami perubahan positif dalam beberapa tahun belakangan ini. Jumlah pelanggaran, berupa tayangan tidak mendidikan maupun adegan yang mengandung unsur SARA yang bisa berakibat perpecahan bangsa jauh berkurang.

Film nasional sudah memiliki kemajuan dan sudah sangat berkualitas. Hal itu terlihat dari grafik pada 2016 terdapat beberapa film mencapai satu juta penonton. Film nasional juga sudah dapat bersaing di kancah internasional.

Demikian antara lain di ungkapkan, Ketua Lembaga Sensor Film RI Ahmad Yani Basuki ketika ditemui Cendana News, beberapa waktu lalu.

“Peran LSF untuk mengawasi dan mengontrol baik film maupun sineron televisi tidak saja untuk konten negatif, tetapi mengarahkan dialog yang bisa membangun dan memberikan contoh. Film dan sinetron mmeberikan inspirasi dan motivasi,” ujar Yani.

Menurut Yani, Lembaga Sensor Film membantu masyarakat untuk memilah dan memilih film yang tepat sesuai dengan kriteria usianya.

Oleh karena itu LSF ketika mensensor film mengklasifikasikan film juga berdasarkan kriteria-kriteria usia semua umur, untuk 13 tahun ke atas, film kategori untuk 17 tahun ke atas, dan film kategori untuk usia 21 tahun keatas.

“Semua itu merupakan bagian dari LSF melaksanakan kewajiban dan salah satu amanatnya adalah menjadi garda budaya bangsa dalam arti melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film.,” Jelasnya, Senin, 29/01/2018.

Dalam Undang-Undang yang baru yakni UU Nomor 33 tahun 2009 dan PP nomor 18 tahun 2014, LSF sangat perlu menyusun paradigma baru. Dahulu LSF terkenal dengan sebagai pemotong film, namun sekarang tentunya tidak seperti itu.

Lihat juga...