Pemprov NTB Ngotot Pembangunan Poltekpar Tetap Dilanjutkan

Ia menjelaskan, meski pengadilan tinggi meminta objek sengketa diserahkan, tapi itu belum bisa dilaksanakan selama pemprov masih melakukan upaya hukum. Artinya, putusan itu belum memiliki kekuatan hukum pasti atau inkrah. Masih ada waktu dua minggu bagi pemprov melakukan kasasi.

”Bukan persoalan menyerah atau tidak tapi soal fakta-fakta yang harus dibuktikan di pengadilan,” tegasnya.

Amin juga meminta kepada penggugat dan masyarakat kasus ini tidak hanya dilihat dari kacamata hukum saja. Sebab pembangunan Poltekpar bukan keinginan pemerintah, tapi untuk kepentingan masyarakat banyak. Keberadaan kampus akan memberikan manfaat besar bagi pembangunan. Dari kampus itu diharapkan lahir SDM yang berkualitas untuk menunjang pengembangan pariwisata NTB.

PN Mataram dalam amar putusannya, Nomor 149/PDT/2017/PT.MTR tertanggal 22 November mengabulkan banding Suryo selaku penggugat dan membatalkan putusan PN Praya Nomor 37/Pdt.G/2016/PN.Pya tertanggal 14 Juni 2017 yang sebelumnya memenangkan Pemprov NTB atas lahan pembangunan kampus Poltekpar seluas 41.555 Hektare di Desa Puyung, Kabupaten Lombok Tengah.

Selain itu, dalam putusan PN Mataram, menyatakan sertifikat hak guna usaha (HGU) yang diterbitkan BPN Lombok Tengah tanggal 19 Agustus 1982 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Produk turunannya seperti sertifikat hak pakai yang menjadi dasar pembangunan Poltekpar Lombok juga tidak sah.

Lihat juga...