Salah satu tokoh masyarakat, Peter Latubual juga mengapresiasi progam bantuan LTSHE ini. Menurutnya, warga desa selama ini menggunakan damar sebagai sumber cahaya di malam hari. “Penggunaan damar hanya di luar rumah karena asapnya tebal,” katanya.
Untuk mendapatkan damar, warga harus berjalan lebih dari 10 kilometer ke dalam hutan. Damar merupakan alternatif termurah untuk penerangan karena bisa didapatkan dari alam. Peter mengatakan, warga jarang menggunakan minyak tanah sebagai sumber cahaya. “Harganya mahal hingga Rp20.000 per liter dan susah didapatkan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Desa Waengapan merupakan desa tempat tinggal warga asli Pulau Buru. Semenjak 2006, pemerintah memulai program untuk suku-suku adat agar tinggal menetap dan tidak berpindah-pindah. (Ant)