CERPEN ZAINUL MUTTAQIN
TAK ada yang sudi menerima kehadiran Sukib, apalagi menjadikan laki-laki berambut gimbal, kurus, berwajah gelap karena terpanggang matahari itu, menjadikannya menantu. Tetapi, tiga tahun sudah ia menjalin hubungan dengan Ahwiyani, satu-satunya anak gadis Lurah Tang-Batang. Tak seorang pun tahu hubungan keduanya, termasuk Mattali, Bapak Ahwiyani itu.
Ahwiyani menerima laki-laki yang tinggal di bawah kaki bukit itu dengan cara apa adanya. Tak pandang harta, terlebih perawakan. Debar-debar kekaguman setiap kali melihat binar-binar di wajah Sukib tak sanggup ia sembunyikan. Mengagumkan sekaligus mendebarkan bila melihat tingkah pola Sukib. Mulanya Ahwiyani mengagumi lantaraan perangai Sukib yang teramat baik, hingga pada akhirnya ia diseret masuk ke dalam hati laki-laki itu.
Tangis Ahwiyani pecah setiap kali warga mengumpat, mencaci Sukib sebagai laki-laki tak waras. Bahkan pernah satu kali atau mungkin berkali-kali dikatakan kepada Sukib oleh hampir seluruh warga bahwa kutuk yang ditimpakan pada desa Tang-Batang disebabkan Sukib, laki-laki yang selalu tampak berpenampilan semrawut. Kutuk itu berupa tidak adanya setetes hujan pun yang mau membasahi tanah Tang-Batang selama hampir dua tahun.
“Kalau alam sedang kacau begini, hujan tak turun hanya di desa ini, apa yang akan kita lakukan?”
“Cari penyebabnya.”
“Memang siapa yang menyebabkan semua ini terjadi? Bukankah ini kehendak alam sendiri?”
“Tidak! Semua kejadian pasti ada sebab musababnya.”
“Apa kau berpikir semua penduduk melakukan kesalahan pada Allah sampai desa ini dikutuk seperti ini?”
“Tidak! Tidak semua. Hanya satu orang.”