Warga yang melintas diakuinya sebagian sudah terbiasa melintas di atas jembatan tersebut yang sebelumnya juga terbuat dari konstruksi kayu, tali sling baja dan bambu serta pelindung pagar kawat selama bertahun-tahun dengan panjang lebih kurang sekitar 25 meter.
Eko (36) salah satu warga penanam cabai yang merupakan warga dusun Buring desa Sukabaru menyebut, hampir selama tiga bulan dirinya yang memiliki lahan pertanian cabai harus berjalan memutar menggunakan kendaraan roda dua.
Namun saat ini pasca jembatan sementara dibuat dari bambu dan kawat, dirinya mulai menggunakan jembatan sementara tersebut. Selain mempersingkat waktu tempuh pada masa panen cabai merah, dirinya bisa melakukan distribusi cabai merah tanpa harus memutar menggunakan jalan yang jauh.
“Sekarang sudah bisa melintas menggunakan jembatan sementara. Meski harapan kami jembatan beton permanen segera dibangun sehingga pengguna kendaraan roda empat
bisa melintas memudahkan transportasi barang dan orang, meski harus menunggu lama,” terang Eko.
Usulan terkait proses pembuatan jembatan permanen untuk memudahkan transportasi barang dan orang tersebut, diakui oleh Eko, sudah puluhan tahun dilakukan dan pembangunan dasar penopang jembatan baru terealisasi tahun 2017.
Keberadaan jembatan gantung yang pernah berpindah di dua lokasi, selain kondisinya sudah memprihatinkan dan kerap dilintasi masyarakat terutama anak-anak sekolah dari TK hingga SMA kerap membahayakan. Maka harapan akan jembatan permanen terus diinginkan warga meski proses pembangunan dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan pantauan Cendana News dari papan informasi yang berada di ujung jembatan pembangunan jembatan beton yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang itu dikerjakan oleh PT.Queen Natasya Mandiri bernilai kontrak Rp1.196.430.000 dengan waktu pengerjaan sekitar 110 hari kalender pada tahun anggaran 2017.