Pemulangan Pengungsi Rohingya Perlu Pemantauan Dari Asing
Nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Myanmar dan Bangladesh pada Kamis mengatakan bahwa akan dibentuk sebuah kelompok kerja gabungan dalam waktu tiga minggu ini. Upaya tersebut untuk mempersiapkan jalannya proses pemulangan bagi warga Rohingnya.
Namun, kesepakatan itu hanya memberi sedikit rincian tentang kriteria pengembalian dan aturannya. Dan badan pengungsi PBB, UNHCR, dapat berperan dalam proses tersebut. “Ini adalah praktik standar dalam operasi pemulangan sukarela yang akan dilakukan UNHCR untuk memastikan bahwa standar internasional telah dipenuhi untuk semua jenis kesepakatan pemulangan. Kami belum melihat nota kesepahaman itu,” kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic.
Pengamat hak asasi mengatakan bahwa poin penting lainnya yang tidak dibahas dalam pernyataan yang dikeluarkan secara terpisah oleh kedua pemerintah itu adalah perlindungan warga Rohingya. Perlindungan untuk menangkal kekerasan, jalan untuk menyelesaikan status hukum mereka dan apakah mereka akan diizinkan untuk kembali ke rumah mereka.
Direktur Amnesty International untuk Pengungsi dan Hak Migran, Charmain Mohamed mengatakan, PBB dan masyarakat internasional telah benar-benar dikesampingkan dalam pembicaraan terkait pemulangan pengungsi. Sementara upaya pemulangan tersebut dinilai sebagai tindakan yang terlalu dini, karena hingga kini arus pengungsi Rohingya ke Bangladesh masih terus berlanjut.
Pengungsian keluar dari Myanmar, di dorong oleh adanya kekacauan, kelaparan dan ketakutan. “Ratusan warga terus-menerus melarikan diri setiap harinya ke Bangladesh,” kata pekerja kemanusiaan.
Sementara, ketika kekerasan sebagian besar gelombang pengungsian telah cenderung berhenti, warga Rohingya mengatakan bahwa mereka kehilangan sumber-sumber mata pencaharian seperti peternakan, perikanan dan perniagaan.