Kemenko Polhukam: Tokoh Agama Diminta Berikan Kesejukan

Ia pun mencontohkan kasus yang terjadi di Tanjung Balai, apakah itu kasus agama murni atau ada yang lain? Itu adalah masalah kesenjangan ekonomi, salah satu faktor pemicu, yakni masalah suara adzan. Kasus lain misalnya, masalah politik seperti di Aceh.

“Ada berbagai isu yang melatarbelakangi konflik di bidang agama, sebenarnya setelah kami teliti baik di Papua, Aceh, Sumatera, dan sebagainya, bukan semata-mata membawa agama. Saya percaya semua agama mengajarkan kebaikan. masing-masing punya keyakinan dan ini harus kita hormati tidak boleh kita memaksakan suatu kehendak kepada yang lain,” kata Cecep.

Dikatakan Cecep, ada juga penganut kepercayaan yang itu hidup di Indonesia yang juga dahulu ikut berjuang. Silakan saja, tetapi dalam hal akidah tidak boleh memaksakan sesuatu kehendak kepada yang lain. Ini tidak boleh terjadi.

“Ini yang seringkali mendorong, apalagi nanti akan dijadikan isu seksi dalam berpolitik untuk diantisipasi bagaimana hal-hal semacam ini supaya tidak dipolitisir lagi,” harap Cecep.

Cecep juga berharap kepada para tokoh agama dalam hal pemberian dakwah dalam suatu majelis-majelis agama, agar memberikan suasana kedamaian.

“Boleh meyakini agama, tapi tidak memaksakan terhadap yang lain. Yang minoritas harus tahu diri yang mayoritas harus menghargai,” imbuhnya.

Cecep menyebutkan, potret agama, termasuk penghayat, mayoritas penduduk Indonesia muslim, sekitar 87,18 persen dan mampu mengayomi minoritas berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945.

“Sewaktu ada demo 212 sempat ada kekhawatiran. Kebetulan waktu itu kami di Kementerian Dalam Negeri yang menangani masalah agama juga, tapi saya percaya tidak mungkin Islam yang akan datang demo itu dia akan berbuat kerusakan. Betul, yang terjadi berjuta-juta orang yang datang meluap tetapi bisa diselesaikan dengan damai. Itu, mendapat apresiasi dari luar negeri,” kata Cecep.

Lihat juga...